Pages

Kamis, 29 Maret 2012

AKSI DAMAI MAKASSAR TERDISKRIMINASIKAN MEDIA

AKSI DAMAI MAKASSAR TERDISKRIMINASIKAN MEDIA


Hari ini, 29 Maret 2012, masih dalam rangka kelanjutan aksi menentang kenaikan harga BBM, Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar dari berbagai fakultas yang berjumlah ribuan orang ini melakukan aksi Long March yang dimulai dari kampus mereka menuju ke Fly Over yang jauhnya sekitar 6 kilometer. Dalam aksi damai ini, bukan hanya mahasiswa yang turun ke jalan, dosen-dosen pun tidak mau kalah (ini neh dosen yg patut dicontoh), beriringan dengan mahasiswa, dosen itu juga melakukan long march dengan penuh semangat. Para dosen dari UNHAS ini seakan-akan ingin menyatakan bahwa mereka, para akademisi, juga sangat mengerti penderitaan rakyat kecil jika harga BBM jadi dinaikkan, karena itu mereka berjuang demi rakyat kecil bersama para mahasiswa. Aksi Damai ini dilakukan mahasiswa dengan menggunakan Jas Almamater merah kebanggaan UNHAS, sehingga jalan pun manjadi lautan manusia berpakaian merah. Dengan penuh semangat mereka meneriakkan yel-yel menolak kenaikan harga BBM.

Namun yang saya sangat sayangkan, media-media terutama televisi yang selama ini selalu menyudutkan Makassar sebagai kota anarkis, seakan-akan menganggap aksi damai yang dilakukan mahasiswa ini bukanlah hal yang penting untuk disiarkan. Terbukti dengan kurangnya pemberitaan tentang aksi damai yang dilakukan mahasiswa ini. Saya sendiri jadi semakin bertanya-tanya ada apa dengan media di negeri ini? mereka hanya meliput (dengan komentar yang berkobar-kobar) aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada kekerasan di kota Makassar dan kemudian memberikan bumbu-bumbu dramatisir yang sangat berlebihan. Inikah dikriminasi terhadap kota kami? apakah antek-antek media itu mengisi perut mereka dengan cara politik penyiaran seperti itu? dan kenapa harus kota kami? semoga semangat aksi damai mahasiswa Makassar tetap hidup.

Makassar yang malang, Makassar terdiskriminasikan!

Foto-foto Aksi Damai Makassar =>



Rabu, 28 Maret 2012

(Kartulku) PERLUNYA PENGUATAN SOCIAL AWARENESS WARGA KOTA DALAM MEWUJUDKAN MAKASSAR MENJADI WORLD CLASS CITY

PERLUNYA PENGUATAN SOCIAL AWARENESS WARGA KOTA DALAM MEWUJUDKAN MAKASSAR MENJADI WORLD CLASS CITY



Ciri Sebuah Kota Dunia


Jika kita berbicara tentang kota dunia maka yang ada dibenak kita tentu saja kota yang dipenuhi dengan rerimbunan hutan beton yang menjulang, lalu lintas yang padat dengan berbagai jenis moda transportasinya, land mark yang khas berupa bangunan-bangunan dan atau kawasan-kawasan tertentu, dipenuhi dengan berbagai sign & symbols yang hidup serta gemerlapan, street furniture yang tertata rapih dan fungsional, serta berbagai fasilitas pendukung yang komplit dan futuristik untuk mewadahi berbagai aktivitas dan kebutuhan masyarakat global yang bergelut didalamnya. Kota-kota dunia yang telah terkenal selama ini seperti New York di Amerika Serikat, Paris di Perancis, Tokyo di Jepang atau Seoul di Korea Selatan telah mewakili bentuk dari kota dunia yang sebenarnya dengan ciri khasnya masing-masing. Kota-kota tersebut telah memiliki karakter yang kuat untuk diingat oleh masyarakat dunia sebagai kota yang memiliki kelas tersendiri.


Di setiap kota dunia, desain kota amat jelas tergambarkan oleh para penentu kebijakan, yang mampu menampilkan "kearifan kekotaan" dalam membangun kotanya. Salah satunya bisa terlihat dari adanya kebijakan pemerintah kota yang mampu merefleksikan nilai-nilai continuity & change yang tergambarkan secara gamblang dalam konsep dan desain kota. Perpaduan yang harmonis antara elemen-elemen kota yang old & new senantiasa mendapat perhatian yang istimewa dalam setiap proses perancangan kota. Demikianlah sehingga di berbagai sudut-sudut kota, nuansa old & new selalu hadir sebagai bagian dari proses berperadaban kota dan bentuk pemaknaan dari prinsip continuity & change itu, yang sejatinya selalu ada di setiap kota-kota dunia.


Sudah menjadi sebuah kewajaran jika setiap kota di dunia ini berharap dan berlomba-lomba untuk bisa menjadi kota dunia, termasuk kota Makassar, sebab secara tidak langsung status tersebut sangat berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat kota, termasuk perekonomian dan kesejahteraan kota tersebut. Oleh sebab itulah saat ini Pemerintah kota Makassar fokus berbenah untuk menjadikan Kota Makassar sebagai kota dunia. Tentu saja tidak ada yang salah dengan hal ini. Niat serius Pemerintah Kota Makassar ini sudah selayaknya ditanggapi positif oleh setiap elemen terutama masyarakat yang menetap di kota Makassar, sebab niat Pemkot ini tidak akan bisa terlaksana tanpa partisipasi dari setiap variabel yang telah menjadi sebuah sistem sosial dalam kehidupan bermasyarakat disetiap kota. Sejumlah prasyarat, baik yang telah ada maupun yang sedang digagas oleh pemerintah kota untuk diwujudkan ke depan, sesungguhnya semakin meyakinkan kita bahwa Makassar saat ini on the track menuju world class city. Apalagi didukung dengan berbagai nilai lebih dari potensi sumber daya alam serta posisi strategis yang dimilikinya, Pemerintah Kota Makassar sangat yakin bisa mewujudkan harapan besar ini.


Sepertinya Pemerintah Kota Makassar memang sangat serius dengan rencana tersebut. Dalam  mencapai tujuan itu beberapa waktu yang lalu telah dilakukan sayembara master plan pembangunan kota dunia yang diadakan oleh Pemkot Makassar. Dengan hasil sayembara tersebut, kini peta perjalanan Makassar menuju kota dunia telah tertata dan terencana secara matang. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah hanya dengan pembangun dari sisi fisikal saja telah cukup untuk menjadikan sebuah kota mendapatkan gelar kota dunia?


Ada ciri lain yang justru tantangannya juga sulit untuk diwujudkan, karena ini menyangkut kesadaran dan peran langsung seluruh warga kota, yakni ciri sosio-kultural, yang dalam keseharian wujudnya berupa perilaku warga kota dalam menjalani aktivitas kesehariannya dalam kota, yang dalam essay ini disebut sebagai social awareness.


Social Awareness Warga Kota Makassar

Disadari atau tidak, sesungguhnya harus kita akui bahwa warga kota Makassar dewasa ini belum bisa dikategorikan sebagai warga yang memiliki ciri warga kota dunia. Ciri-ciri warga kota dunia yang selama ini kita temukan diberbagai kota yang telah mendapatkan pengakuan sebagai kota dunia belum kita temukan dalam sendi-sendi kehidupan warga kota Makassar dalam menjalani setiap aktivitasnya dalam kota. Salah satunya yaitu social awareness warga kota Makassar yang sejatinya belum mampu bisa beradaptasi dengan perkembangan dan kemajuan kota selama ini. Social awareness atau kesadaran social berkait langsung dengan perilaku keseharian warga kota, yang karena kondisi dan tuntutan berperadaban, menjadikannya berbeda dengan perilaku keseharian warga kampung. Ruang-ruang kota dengan berbagai ragam fungsinya, mendorong dan menuntut warga kota untuk secara naluriah, akan menyesuaikan perilakunya dengan kondisi berperadaban di lingkungannya. 


Kita dapat melihat fakta dilapangan betapa sebagian besar warga kota ini, belum bisa memaknai hakikat kebersihan dan hidup bersih, buang sampah seenaknya dan di sembarang tempat pula, berbicara atau menelepon dengan suara dikeraskan, dan apalagi bila masuk di toilet umum, lumayan jorok. Demikian pula dengan perilaku hidup tertib dan berdisiplin, kita sering melihat betapa semrawutnya lalu lintas di jalan raya, atau coba amati betapa kebiasaan mengantre diberbagai tempat dan kesempatan yang belum bisa dimaknai sebagaimana mestinya. 

Selain itu kesadaran untuk peduli pada property perkotaan masih rendah ditandai dengan banyaknya perilaku vandalisme dan sebagainya. Perilaku-perilaku yang tidak peduli terhadap property perkotaan ini sangat mudah kita jumpai di kota Makassar, coba saja tengok fly over di Jalan Urip Sumoharjo, bahkan sebelum pengerjaan fly over tersebut rampung, beberapa warga kota sudah mengotori bangunannya dengan berbagai tulisan dan gambar-gambar yang tidak sedap untuk dipandang, hal yang sama juga sering kita temukan diberbagai tempat seperti terminal, jembatan penyeberangan, telepon umum dan sebagainya. Dari fakta-fajta tersebut kita dapat menilai bahwa kehidupan sosio-kultural warga kota Makassar terasa masih jauh dari kesadaran berkehidupan sebagai sebuah komunal yang urban community. Belum lagi bila kita membicarakan tentang betapa dan bagaimana warga kota ini memaknai demokrasi dan berdemokrasi yang sesungguhnya. 


Ilustrasi tersebut di atas tentu saja akan semakin banyak lagi bila merekam pengalaman masing-masing warga kota. Mind-set dan perilaku warga kota Makassar saat ini, semestinya sudah harus menyesuaikan diri dengan lingkungan kota di mana ia berada, atau sejak ia melewati pintu gerbang kota. Itulah sebabnya mengapa desain gerbang kota, konsep dasarnya adalah bukan sekadar bangunan pembatas administratif kota, melainkan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana sebuah gerbang kota mampu menjadi "pembatas psikologis" bagi setiap orang yang memasuki suatu kota, apalagi dalam tataran konsep kota dunia, agar warga kota secara psikologis bisa sadar dan menyesuaikan perilakunya sebagai perilaku warga kota dunia. 


Sayangnya, aspek social awareness ini justru merupakan sesuatu yang tidak mudah, karena ini menyangkut kebiasaan dan pembiasaan dalam berkehidupan. Mengubah atau menyesuaikan kebiasaan atau perilaku, membutuhkan proses dan waktu, tapi sesungguhnya juga bisa melalui proses pembiasaan melalui berbagai program yang kompatibel. 


Dalam konteks ini, maka peran pendidikan formal menjadi sangat penting artinya.  Dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, program pembiasaan sudah bisa dan semestinya digalakkann guna mewujudkan harapan ini. Perilaku hidup bersih, tertib dan disiplin, sejatinya menjadi muatan penting pada setiap materi pengajaran dan pembelajaran yang diberikan diberbagai jenjang pendidikan. Oleh karena itu, maka peran guru dan program-program pengajaran, merupakan faktor kunci untuk keberhasilan dalam mempersiapakan sebuah generasi, yang akan menjadi bagian dari suatu komunitas khas yang hidup dalam sebuah kota dunia. Ketidaksiapan kita dalam mempersiapkan generasi yang berperadaban dengan social awareness yang tinggi, pada saatnya nanti hanya akan menjadikan kota ini sebagai sebuah kota yang "kering" dan "berjarak" dengan warganya sendiri. Kota dunia yang kita impikan hanya akan menjadi sebuah kampung besar yang tak berperadaban.

Batas Akhir Pendaftaran LKTM MA 2012 Diperpanjang!

Batas Akhir Pendaftaran LKTM MA 2012 Diperpanjang!


Blogvir, buat kamu para penulis yang belum sempat mendaftar dalam ajang Lomba Karya Tulis Mahasiswa Nasional Bidang Hukum Piala Bergilir Mahkamah Agung (LKTM MA) 2012 jangan khawatir, pihak panitia telah memutuskan untuk memperpanjang waktu pendaftaran hingga 09 April 2012, jadi ayo teman-teman penulis di seluruh Indonesia tunjukkan bahwa kalianlah para penulis yang akan membangun bangsa dengan berbagai solusi-solusi cemerlang kalian, kami tunggu karya terbaik teman-teman mahasiswa hukum di seluruh Indonesia. Salam Penulis ^_^
 

Selasa, 27 Maret 2012

Sistem Elektronik Government (E-Government), Kebijakan Pemerintah yang Sesuai Prinsip Good Governance

Sistem Elektronik Government (E-Government),
Kebijakan Pemerintah yang Sesuai Prinsip Good Governance

Di Indonesia, inisiatif e-government telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika). Dalam instruksi itu dinyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi.

Konsep electronic government pada dasarnya merupakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat lebih berpartisipasi dalam sistem demokrasi. Hal ini senada dengan pendefinisian e-government dari Pemerintah New Zealand, yakni “e-government is a way for governments to use the new technologies to provide people with more convenient access to government information and services, to improve the quality of the services and to provide greater opportunities to participate in our democratic institutions and processes”. Selain New Zealand, Bank Dunia juga memiliki pendefinisian tentang electronic government (e-government), yakni e-government refers to the use government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government (Andrianto, 2007). 

Di luar definisi-definisi tersebut, Al Gore dan Tony Blair secara bersemangat menjelaskan manfaat yang didapat dengan menggunakan e-government, manfaat tersebut antara lain:
1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (kalangan pengusaha, masyarakat, dan industri), terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai kehidupan bernegara.
2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelengaraan pemerintahan dalam eangka penerapan good corporate governance.
3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
4. Memberikan peluang pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang baru yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi secara tepat dan cepat sejalan dengan perubahan global dan tren yang ada.
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak yang lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan kebijakan publik secara merata dan demokratis.

Pada tataran implementasi, terdapat tiga tingkatan e-government yang dicerminkan oleh tampilan situs (website) pemerintah, yakni sebagai berikut:
1. Booklet (to publish): Jenis implementasi termudah ini biasanya berskala kecil dan kebanykan aplikasinya tidak emerlukan sumber daya yang terlalu besar dan beragam. Komunikasi yang muncul dalam tingkatan ini hanyalah satu arah, pemerintah hanya mempublikasikan data dan informasi agar dapat diakses langsung oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
2. Interact: Pada jenis ini muncul komunikasi dua arah antara masyarakat dan pemerintah yang berkepentingan. Terdapat dua jenis aplikasi yang dapat dpergunakan untuk komunikasi dua arah ini. Pertama, bentuk portal di mana situs memberikan fasilitas searching bagi mereka yang ingin mencari informasi secara spesifik. Kedua, pemerintah memberikan kanal di mana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertentu yang berkepentingan, baik secara langsung (chatting, teleconference, web-tv, dan sebagainya) maupun tidak langsung (e-mail, frequent ask questions, newsletter, mailing list, dan sebagainya).
3. Transact: Pada jenis ini sudah terjadi transfer uang dari satu pihak ke pihka lain sebagai konsekuensi dari diberikannya layanan jasa oleh pemerintah. Aplikasi ini lebih rumit karena mengharuskan adanya sistem keamanan dan perlindungan privasi pihak-pihak yang bertransaksi.


Sinergitas Good Governance, Demokrasi, dan E-Government dalam Memberdayakan Masyarakat melalui Transparansi dan Akuntabilitas Publik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat merupakan hal yang hendak dituju oleh paradigma good governance ini. Di dalam good governance, masyarakat dan pihak swasta tidak lagi dipandang sebagai obyek, melainkan sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya, good governance harus didukung oleh sebuah sistem pemerintahan yang mampu menjadi inkubatornya yakni sistem demokrasi. Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat dalam sistem pemerintahan yang demokratis. 

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas publik juga menjadi syarat penting dalam good governance agar masyarakat dan pihak swasta dapat ikut andil dalam proses pengambilan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Transparansi publik dapat menciptakan iklim investasi yang baik dan meningkatkan kepastian usaha serta menguatkan kohesi sosial. Sedangkan akuntabilitas publik mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Untuk memfasilitasi hal tersebut, konsep e-government mampu menjadi sebuah sarana yang dapat diterapkan oleh pemerintah, baik itu pusat ataupun daerah. E-government apabila dijalankan dengan baik, mampu memberikan manfaat dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan kebijakan publik yang merata dan demokratis. Di samping itu, bagi pemerintah sendiri dapat memberikan peluang untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Penggunaan e-governement yang sudah ada saat ini harus ditingkatkan lagi fungsinya dan diperluas lagi aksesnya, sehingga bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Berdasarkan 3 tahapan implementasinya, yakni booklet, interact, dan transact, masyarakat dan para pengusaha akan mendapatkan banyak manfaat, antara lain:

Pada implementasi tingkat booklet 
1. Mereka dapat membaca dan men-download berbagai produk undang-undang maupun peraturan yang ditetapkan oleh DPR/D, eksekutif (presiden/menteri/gubernur/ bupati/walikota) maupun yudikatif (MA/MK).
2. Para investor dapat mengetahui syarat-syarat, prosedur, sekaligus waktu dan biaya perizinan mendirikan sebuah perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan yang ada serta berbagai data statistik ataupun potensi-potensi kekayaan daerah yang belum diolah dari instansi terkait.
3. Calon mahasiswa dapat mengetahui berbagai jurusan yang ditawarkan oleh perguruan tingi negeri beserta persyaratan dan biayanya.
Pada implementasi tingkat interact
1. Rakyat dapat melakukan diskusi dengan wakilnya di DPR/D dengan menggunakan fasilitas chatting, e-mail, atau mailing list.
2. Pelanggan dapat menanyakan besarnya tagihan telepon/listrik untuk bulan ini dengan sms atau internet.
3. Mahasiswa dapat menanyakan secara spesifik tentang beasiswa untuk melanjutkan studi yang dikoordinasi oleh Dirjen Dikti.
Pada implementasi tingkat transact
1. Melalui aplikasi e-procurement, rangkaian proses tender proyek-proyek pemerintah dapat dilakukan secara online.
2. Masyarakat dapat membayar tagihan air minum dan listrik melalui internet atau ATM.
3. Para petani dapat langsung bertransaksi menjual padinya ke Bulog melalui internet.
          Sekali lagi ditegaskan bahwa tiga tingkatan implentasi di atas apabila dilaksanakan dengan niatan untuk memberdayakan masyarakat, maka akan bermuara pada terwujudnya good governance yang nantinya juga akan mendukung terbentuknya suatu kehidupan yang demokratis nan harmonis. Tiga sektor dalam “good governance” yaitu negara/pemerintah, privat, dan masyarakat, memiliki pembagian hak dan tanggung jawab bersama yang juga dapat diatur dalam berbagai jenis kontrak sosial, seperti peraturan dan UU. Kontrak-kontrak ini merupakan hasil produk pengaturan bersama yang melibatkan ketiga sektor tersebut. Pemerintah berperan sebagai pembuat regulasi dan mengamankan hasil-hasil regulasi berdasarkan kesepakatan bersama ketiga sektor tadi. Masyarakat memiliki hak untuk mengakses informasi dari pemerintah melalui e-government dalam rangka mengawasi kinerja lembaga pemerintahan dan mitra kerjanya yang dijamin oleh sistem legal-formal. Sistem ini dapat memberi implikasi yuridis kepada lembaga-lembaga yang melalaikan fungsinya untuk mewujudkan transparansi informasi dan akuntabilitas publik. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam mengawasi kinerja pemerintah merupakan syarat terlaksananya “good governance”.

          Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa penggunaan konsep e-government juga harus disertai dengan sistem legal formal yang mejamin terlindunginya privasi dari pihak-pihak yang berkepentingan, misalkan saja dalam hal bertransaksi. E-government yang telah bersinergi dengan good governance, tidaklah semata-mata hanya permasalahan manajemen pelayanan publik, tetapi juga permasalahan kebijakan publik. Di mana masyarakat sebagai pemberi mandat kewenangan yang legitimate perlu diberikan hak-hak yang nyata diatur dalam produk-produk kebijakan publik (Wijaya, 2006:157). Di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan hal-hal semacam ini, yakni seperti sudah diterbitkannya UU Pelayanan Publik dan UU Kebebasan Informasi Publik (KIP). Namun, UU ini harus lebih disosialisasikan dan diterapkan sesuai dengan apa yang tertulis dalam UU sehingga mencegah terjadinya penyelewengan. Aturan-aturan hukum yang menjamin transparansi dan akuntabilitas layanan publik memang harus ada dulu, untuk kemudian diimbangi dengan upaya penegakan hukumnya.

KEPENTINGAN INDONESIA DALAM KONSEP LANDAS KONTINEN UNCLOS 1982

MAKALAH HUKUM LAUT

 KEPENTINGAN INDONESIA DALAM KONSEP LANDAS KONTINEN UNCLOS 1982






Disusun Oleh :
Muhammad Nur
B111 10 467







FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012






BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Konvensi Hukum Laut International atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submisi (submission) ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut.
 

Konsep landas kontinen ini, pertama kali diajukan oleh Amerika Serikat pada Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1958 yaitu Presiden Amerika Serikat (AS), Harry S. Truman, yang pertama kali memproklamirkan. Tepatnya pasca-Perang Dunia II, pada tanggal 28 September 1945. ”Whereas the Goverment of the United States of America, aware of the long range world wide need for new sources of petroleum and other minerals, holds the view the efforts to discover and make available new supplies of these resources should be encouraged,…” demikian Presiden Truman mengawali proklamasinya.
 

Tindakan Presiden Truman memproklamirkan konsep landas kontinen adalah bertujuan untuk mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerikan Serikat, terutama kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi. Namun konsep ini tidak bertujuan untuk mengurangi hak kebebasan berlayar atas atau melalui perairan yang terdapat di atas landas kontinen karena statusnya tetap sebagai laut lepas.  


Konsep landas kontinen dalam hukum laut tidak berhubungan dengan kekayaan mineral dalam dasar laut tetapi berkaitan dengan kekayaan hayati atau perikanan. Pengertian landas kontinen pertama kali diperkenalkan oleh Odon de Buen seorang Spanyol dalam Konferensi Perikanan di Madrid di tahun 1926. Konsepsi landas kontinen dikemukakan dengan perikanan berdasarkan anggapan bahwa perairan diatas dataran kontinen merupakan perairan yang baik sekali untuk kehidupan ikan.  
Apabila dianalisis tindakan dari pemerintah Amerika Serikat menganai konsep landas kontinen dapat digolongkan menjadi 4 bentuk yaitu :
1. Tindakan perluasan yurisdiksi yang ditujukan kepada penguasaan kekayaan alam yang terkandung dalam dasar laut dan tanah dibawah laut yang berbatasan dengan pantai.
2. Perluasan yurisdiksi atau dalam beberapa hal kedaulatan atas dasar laut dan tanah dibawahnya.
3. Perluasan kedaulatan atas lautan (dengan atau tanpa menyebut landas kontinen) hingga suatu ukuran jarak tertentu misalnya 200 mil.  
Pada 30 April 1987 di New York diadakan Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III. Pada konferensi ini telah disepakati pengaturan rejim-rejim hukum laut dan bagi Indonesia pengakuan bentuk negara kepulauan yang diatur hak dan kewajibannya merupakan keputusan terpenting.

Pengakuan dunia internasional ini, ditindaklanjuti dengan diterbitkannya UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1985. Sejak diberlakukannya undang-undang ini pada 31 Desember 1985, Indonesia terikat dalam Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, dan harus menjadi pedoman dalam pembuatan Hukum Laut Internasional selanjutnya. Hal yang mengatur tentang landas kontinen di atur di dalam Pasal 76 UNCLOS 1982 yang kemudian dituangkan dalam Undang – Undang No. 1 tahun 1973 oleh pemerintah Indonesia.
Berdasarkan posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut. Kenyataan ini menjadi tantangan para pemangku kepentingan dan profesi bidang terkait untuk menelaah secara seksama kemungkinan-kemungkinan wilayah perairan landas kontinen di luar 200 mil laut ini.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan untuk memfokuskan penulisan ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana konsep landas kontinen dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982?
2.Bagaimana kepentingan Indonesia terhadap konsep landas kontinen tersebut ?

Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan konsep landas kontinen dalam Konvensi Hukum Laut Internasional   (UNCLOS) 1982.
2. Untuk menjelaskan kepentingan Indonesia terhadap konsep landas kontinen tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                         
Konsep Landas Kontinen dalam Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982
Konsep landas kontinen diatur dalam bab khusus pada UNCLOS 1982, yaitu Bab VI tentang Landas Kontinen dari Pasal 76 hingga Pasal 85. Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UNCLOS 1982, dikatakan bahwa landas kontinen negara pantai terdiri dari dasar laut dan kekayaan alam yang terdapat di bawahnya dari area laut yang merupakan penambahan dari laut teritorialnya, yang mencakup keseluruhan perpanjangan alami dari wilayah teritorial daratnya ke bagian luar yang memagari garis kontinental, atau sejauh 200 mil dari garis pangkal dimana garis territorial diukur jika bagian luar yang memagari garis continental tidak bisa diperpanjang sampai pada jarak tersebut.
Landas kontinen merupakan istilah geologi yang kemudian menjadi bagian dalam istilah hukum. Secara sederhana landas kontinen dapat diartikan sebagai daerah pantai yang tanahnya menurun keadalam laut sampai akhirnya disuatu tempat tanah tersebut jatuh curam di kedalaman laut dan pada umumnya tidak terlalu dalam, agar sumber-sumber alam dari landas kontinen dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada.
Penjelasan dalam Pasal 76 UNCLOS merupakan pencerminan dari kompromi antara negara-negara pantai yang memiliki landas kontinen luas seperti Kanada yang mendasarkan kriteria eksploitasibiltas sebagaimana termuat dalam UNCLOS 1958 karena penjelasan pada UNCLOS 1958 tentang landas kontinen sangat berbeda dengan pengertian Pasal 76 UNCLOS 1982, sehingga negara-negara pantai dengan landas kontinen yang luas tetap mempertahankan posisi bahwamereka memiliki hak di seluruh landas kontinennya dengan negara-negara yang menginginkan kawasan internasional seluas mungkin.
Pada umumnya, kompromi merupakan masalah yang sulit untuk dicapai. Hal itu terbukti dengan ketentuan-ketentuan konvensi yang menetapkan batas terluar dari tepian kontinen yang terletak di luar jarak 200 mil. Untuk itu, negara-negara pantai dapat memilih satu di antara dua cara penetapan batas tersebut, yaitu :
1. Dengan menarik garis diantara titik-titik dimana ketebalan sedimen karang paling sedikit 1 persen dari jarak terpendek pada titik-titik tersebut ke kaki lereng kontinen; atau
2. Dengan menarik garis di antara titik-titik yang ditetapkan yang panjangnya tidak melebihi 60 mil laut dari kaki lereng kontinen (Pasal 76 (4) UNCLOS 1982)
Selanjutnya ditetapkan bahwa untuk kedua cara tersebut setiap garis yang menghubungkannya antara dua titik tidak boleh melebihi 60 mil laut (Pasal 76 (7) UNCLOS 1982). Kemudian titik-titik untuk penarikan garis tersebut tidak boleh terletak lebih dari 350 mil laut dari garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial atau tidak boleh terletak lebih dari 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter (Pasal 76 (5) UNCLOS 1982).
Para perumus konvensi menyadari bahwa penerapan ketentuan-ketentuan tersebut akan menimbulkan permasalahan. Untuk itu, dibentuklah ketentuan dalam konvensi mengenai Komisi Batas Landas Kontinen (Pasal 76 (8) dan Lampiran II UNCLOS 1982). Suatu negara pantai yang akan menetapkan batas terluar landas kontinennya lebih dari 200 mil laut harus memberitahu komisi yang beranggotakan 21 orang tersebut, mengenai data ilmu pengetahuan dan teknis yang mendasari penetapan batas tersebut. kemudian komisi ini akan mempertimbpangkan serta membuat rekomendasi. Dalam hal ini komisi harus mempertimbangkan Lampiran II apabila terdapat pengecualian terhadap peraturan-peraturan yang dituangkan pada Pasal 76 UNCLOS 1982 jika negara pantai tidak menyetujui rekomendasi dari komisi yang memiliki kewenangan menetapkan pandangnya kepada negara pantai.
Berdasarkan Pasal 77 UNCLOS 1982 negara pantai menikmati hak berdaulat untuk mengeskplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan alam di landas kontinen yang berada dalam batas 200 mil zona ekonomi eksklusif, hak-hak tersebut bersamaan dengan hak-hak yang dinikmati berdasarkan Pasal 56 UNCLOS 1982 tentang zona eknomi eksklusif. Dengan demikian rezim landas kontinen yang independen hanya yang terletak di luar batas tersebut. Kemudian terkait dengan hak dan penggunaan landas kontinen, negara asing berhak melakukan penanaman kabel dan jalur pipa melalui atau pada landas kontinen sebuah negara pantai, hal tersebut diatur pada Pasal 79 UNCLOS 1982. Negara pantai yang bersangkutan hanya bisa menentukan jalur kabel atau pipa yang akan ditanam tetapi tidak dapat melarang atau mengharuskan ketentuan penanaman kabel dan pipa tersebut. Pada Pasal 83 UNCLOS 1982 mengatur tentang ketentuan penetapan batas landas kontinen antara negara-negara yang pantainya berbatasan dan berhadapan. Dimana ketentuannya sama halnya dengan zona ekonomi eksklusif.
Landas Kontinen Ekstensi
Pasal 76 (4) UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa “for teh purposes of this Convention, the coastal State shall esthablish the outer edge of the continental margin wherever the margin extends beyond 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured...”. hal tersebut menegaskan bahwa dimungkinkan untuk mengajukan klaim atas landas kontinen yang melebihi 200 mil laut atau disebut dengan Landas Kontinen Ekstensi. Karena banyak kasus dimana kondisi geologi dan geomorfologis suatu negara pantai yang mengharuskan menarik batas landas kontinen melebihi 200 mil atau pada umumnya dimungkinkan sepanjang 350 mil laut.
Berdasarkan UNCLOS 1982 penentuan batas landas kontinen ekstensi dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 kriteria yang diatur pada Pasal 76. Dua kriteria pertama adalah yang membolehkan (formulae) sedangkan dua kriteria terakhir adalah yang membatasi (constraints). Berikut syarat yang membolehkan (formulae):
1. Didasarkan pada titik tetap terluar pada titik mana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1 persen dari jarak terdekat antara titik tersbeut dengan kaki lereng kontinen. Persentase ini dihitung dengan membandingkan tebalnya batu sedimen di suatu titik terhadap jarak titik tersebut dari kaki lereng.
2. Batas terluar landas kontinen ekstensi juga bisa ditentukan dengan menarik garis berjarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen (hedberg line) ke arah laut lepas.
Pada penerapannya, batas terluar landas kontinen ekstensi merupakan kombinasi dari dua syarat di atas yang dalam hal ini akan dipilih garis terluar yang paling menguntungkan negara yang bersangkutan. Namun demikian, garis terluar ini belumlah merupakan garis batas landas kontinen ekstensi final karena masih harus diuji dan memenuhi dua syarat pembatas (constraints) berikut :
1. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil dari garis pangkal sebagai referensi mengukur batas teritorial; atau
2. Batas terluar dari landas kontinen tidak melebihi 100 mil laut dari kontur kedalaman 2.500 meter isobath.
Kepentingan Indonesia Terhadap Konsep Landas Kontinen
Sebagai negara kepulauan Indoensia mempunyai penguasaan penuh dan hk eksklusif atas kekayaan alam atau milik negara. Akibat adanya penguasaan, maka setiap kegiatan di landas kontinen Indonesia seperti eksplorasi atas daratan kontinen dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam maupun penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam, harus dilakukan sesuai dengan kehijaban yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. adanya kehijaban tersebut bagi pemerintah Indonesia merupakan kepentingan untuk dilakukannya pengawasan yang diperlukan, agar hal-hal yang dianggap tidak memadai dapat dilakukan tindakan pengamanan secara dini namun di sisi lain dengan adanya kehijaban tersebut pengurangan kebebasan sekaligus harus diikuti dan tunduk pada segala ketentuan yang ada.
Kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan eksplorasi maupun eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dapat diperoleh berupa:
1. Dapat dibangunnya instalasi-instalasi di landas kontinen.
2. Dapat digunakannya kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya untuk kepentingan kegiatan.
3. Dapat dilakukan kegiatan pemeliharaan instalasi-instalasi atau alat-alat yang ada
Pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen sepenuhnya menjadi wewenang negara pantai dengan memperhatikan batasan-batasan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara pantai dan adanya kemungkinan timbulnya salah paham atau salah pengertian yang mengakibatkan perselisihan antar kepentingan-kepentingan dalam pemenfaatan sumber kekayaan alam akan menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah untuk menyelesaikannya.
Dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut diatas diberlakukan segala peratuan perundang-undangan yang ada dan relevan dengan masalahnya, tindakan sepihak dari pemerintah Indonesia dapat dilakukan dengan mengambil langkah kebijakan sebagai berikut :
1. Menghentikan sementara waktu kegiatannya.
2. Mencabut izin usaha untuk tidak melakukan usahanya di wilayah landas kontinen Indonesia.
Sebagai suatu ketentuan dalam melaksanakan kegiatan di landas kontinen dan kegiatan tersebut diatas harus diindahkan dan dilindungi kepentingan yang berkaitan dengan :
1. Perhatian dan keamanan nasional.
2. Perhubungan.
3. Telekomunikasi dan transmisi listrik dibawah laut.
4. Perikanan.
5. Penyelidikan oceanografi dan penyelidikan ilmiah lainnya.
6. Cagar alam
Untuk saling mengaja kepentingan baik terhadap negara Indonesia selaku negara pantai maupun kepentingan bangsa lain merupakan tindakan dalam menjaga keseimbangan agar tetap terpeliharanya keseimbangan situasi, sehingga terhindar dari timbulnya tabrakan antara kepentingan-kepentingan,sebagai akibat kurangnya informasi atau tidak adanya komunikasi yang lebih jauh dapat menimbulkan keretakan hubungan antar negara.
Bagi Indonesia penentuan batas wilayah kontinen dan yang berkaitan dnegan landas kontinen Indonesia termasuk depresi-depresi yang terdapat di landas kontinen Indonesia berbatasan dengan negara lain telah dikeluarkan keputusan, bahwa penetapan garis batas landas kontinen dengan negara lain dapat dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai persetujuan (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973)
Persetujuan yang dilakukan merupakan kesepakatan bersama sebagai perwujudan rasa persahabatan dan saling menegakkan kepentingan masing-masing untuk tidak saling mengganggu serta menghormati kewenangan maupun hal-halnya dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat internasional.
Indonesia sebagai negara pantai yang bersinggungan dengan dataran kotinen dapat mempergunakan kewenangnya yang sekaligus bertanggung jawab atas wilayah tersebut. kewenangan yang dimilki negara pantai berupa tindakan –tindakan untuk mengambil kebijakan atas hak-haknya yang digunakan untuk membangun maupun memelihara instalasi-instalasi, tidak akan mempengaruhi adanya:
1. Luasnya lautan bebas yang sah pada perairan itu.
Dengan adanya hak-hak negara pantai atas daratan kontinental tidak mempengaruhi akan lautan bebas dan udara diatasnya.
2. Teritorial Negara
Instalasi dan alat-alat yang berada dibawah kekuasaan negara pantai, namun instalasi dengan peralatannya ini bukan berstatus sebagai pulau-pulau atau bagian pulau sehingga tidak mempunyai daerah laut teritorial tersendiri, yang berarti luas laut teritorial dari negara pantai tidak mengalami perubahan.
3. Pemasangan saluran pipa
Instalasi-instalasi atau kabel-kabel dibawah laut atau alat-alat lainnya yang berkaitan untuk melakukan eksplorasi dataran kontinental dan melakukan eksploitasi sumber alam tidak merintangi dan dalam pemeliharannya.
4. Melakukan usaha-usaha penyelidikan di dataran continental
Memperhatikan bahwa permohonan penyelidikan diajukan oleh suatu lembaga yang memnuhi persyaratan dan penyelidikan dilakukan secara ilmu pengetahuan murni tentang sifat-sifat fisik atau biologi dari dataran kontinental. Dalam penyelidikan ini negara pantai mempunyai hak untuk:
• Ikut serta dalam penyelidikan, atau
• Keikutsertaannya dengan cara mewakilikan
Pemasangan berbagai instalasi dan alat-alat yang digunakan untuk keperluan suatu negara sama seklai tidak mempengaruhi tritorial suatu negara, namun bentuk-bentuk eksplorasi ataupun eksploitasi sumber kekayaan alam harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan dengan selalu mengupayakan langkah-langkah berupa:
Pencegahan terjadinya pencemaran air laut di landas kontinen maupun udara diatasnya
• Pencegahan meluapnya pencemaran apabila telah terjadi pencemaran
Jurisdikasi negara pantai yang berkaitan dengan wilayah Indonesia diberlakukan Hukum Nasional Indonesia sepanjang:
-  Perbuatan dan persitiwanya terjadi pada diatas atau dibawah instalasi-instalasi atau kapal-kapal yang berada di landas kontinen untuk eksploitasi kekayaan alam.
-  Perbuatan dan peristiwanya terjadi di daerah terlarang dan daerah terbatas dari instalasi-intalasi atau alat-alat dan kapal-kapal.
-  Untuk instalasi-instalasi maupun alat-alat yang dipergunakan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen Indonesia, merupakan daerah yurisdiksi Indonesia (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973).



BAB III

   PENUTUP

Kesimpulan

 
1. Landas kontinen merupakan istilah geologi yang kemudian menjadi bagian dalam istilah hukum. Secara sederhana landas kontinen dapat diartikan sebagai daerah pantai yang tanahnya menurun keadalam laut sampai akhirnya disuatu tempat tanah tersebut jatuh curam di kedalaman laut dan pada umumnya tidak terlalu dalam, agar sumber-sumber alam dari landas kontinen dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada.
2. Pasal 76 (4) UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa “for teh purposes of this Convention, the coastal State shall esthablish the outer edge of the continental margin wherever the margin extends beyond 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured...”. hal tersebut menegaskan bahwa dimungkinkan untuk mengajukan klaim atas landas kontinen yang melebihi 200 mil laut atau disebut dengan Landas Kontinen Ekstensi. Karena banyak kasus dimana kondisi geologi dan geomorfologis suatu negara pantai yang mengharuskan menarik batas landas kontinen melebihi 200 mil atau pada umumnya dimungkinkan sepanjang 350 mil laut.
3. Sebagai negara kepulauan Indoensia mempunyai penguasaan penuh dan hk eksklusif atas kekayaan alam atau milik negara. Akibat adanya penguasaan, maka setiap kegiatan di landas kontinen Indonesia seperti eksplorasi atas daratan kontinen dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam maupun penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam, harus dilakukan sesuai dengan kehijaban yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. adanya kehijaban tersebut bagi pemerintah Indonesia merupakan kepentingan untuk dilakukannya pengawasan yang diperlukan, agar hal-hal yang dianggap tidak memadai dapat dilakukan tindakan pengamanan secara dini namun di sisi lain dengan adanya kehijaban tersebut pengurangan kebebasan sekaligus harus diikuti dan tunduk pada segala ketentuan yang ada.




DAFTAR PUSTAKA

Literatur
Prijanto,Heru. 2007. Hukum Laut Internasional. Bayumedia Publishing.Malang
Arsana, I Made Andi . 2008. Batas Maritim Antarnegara, Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis. Yogyakarta
Kusumaatmadja,Mochtar . 1986. Hukum Laut Internasional. Binacipta:Bandung
Subagyo,P. Joko . 2005. Hukum Laut Indonesia. Rineka Cipta:Jakarta

Perundang-Undangan
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973