HM, HGB, HP, HPL, HGU, Hukum
agraria
Pengertian Hak Milik
Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata “terkuat” dan “terpenuh” tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan tidak terbatas seperti Hak Eigendom, akan tetapi kata terkuat dan terpenuh itu dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah maka Hak Milik yang terkuat dan terpenuh.
Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata “terkuat” dan “terpenuh” tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan tidak terbatas seperti Hak Eigendom, akan tetapi kata terkuat dan terpenuh itu dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah maka Hak Milik yang terkuat dan terpenuh.
Sifat Hak Milik
(1) merupakan hak yang tekuat, artinya Hak Milik tidak mudah hapus dan musnah serta mudah dipertahankan terhadap hak pihak lain, oleh karena itu harus didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
(2) terpenuh, ini menandakan kewenangan pemegang hak milik itu paling penuh dengan dibatasi ketentuan pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial tanah.
(3) turun temurun, berarti jangka waktunya tidak terbatas, dapat beralih karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum.
Hak Milik adalah hak atas tanah, karena itu tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan yang ada di bawah/di dalamnya.
Subyek Yang Menjadi Pemegang Tanah Hak Milik
(1) Menganut asas kewarganegaraan dan asas persamarataan bagi pria dan wanita (pasal 9 UUPA);
(2) Asas umum: Perorangan (pasal 20 ayat 1 UUPA);
(3) Warganegara Indonesia merupakan pelaksana asas kebangsaaan sebagai salah satu dasar UUPA (pasal 21 ayat 1 UUPA);
(4) WNI Tunggal (asas khusus). UUPA memandang seorang yang mempunyai 2 kewarganegaraan (dwikewarganegaraan/bipatride) sebagai orang asing (pasal 21 ayat 4 UUPA), karena pada saat lahirnya UUPA masih dikenal dwi-kewarganegaraan.
(5) Badan-badan Hukum tertentu (pasal 21 ayat 2 UUPA) yang berdasarkan PP 38/1963 dapat mempunyai Hak Milik, yaitu:
a. Bank-bank Pemerintah;
b. Badan-badan Koperasi Pertanian;
c. Badan-badan Sosial;
d. Badan-badan Keagamaan.
(1) merupakan hak yang tekuat, artinya Hak Milik tidak mudah hapus dan musnah serta mudah dipertahankan terhadap hak pihak lain, oleh karena itu harus didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
(2) terpenuh, ini menandakan kewenangan pemegang hak milik itu paling penuh dengan dibatasi ketentuan pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial tanah.
(3) turun temurun, berarti jangka waktunya tidak terbatas, dapat beralih karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum.
Hak Milik adalah hak atas tanah, karena itu tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan yang ada di bawah/di dalamnya.
Subyek Yang Menjadi Pemegang Tanah Hak Milik
(1) Menganut asas kewarganegaraan dan asas persamarataan bagi pria dan wanita (pasal 9 UUPA);
(2) Asas umum: Perorangan (pasal 20 ayat 1 UUPA);
(3) Warganegara Indonesia merupakan pelaksana asas kebangsaaan sebagai salah satu dasar UUPA (pasal 21 ayat 1 UUPA);
(4) WNI Tunggal (asas khusus). UUPA memandang seorang yang mempunyai 2 kewarganegaraan (dwikewarganegaraan/bipatride) sebagai orang asing (pasal 21 ayat 4 UUPA), karena pada saat lahirnya UUPA masih dikenal dwi-kewarganegaraan.
(5) Badan-badan Hukum tertentu (pasal 21 ayat 2 UUPA) yang berdasarkan PP 38/1963 dapat mempunyai Hak Milik, yaitu:
a. Bank-bank Pemerintah;
b. Badan-badan Koperasi Pertanian;
c. Badan-badan Sosial;
d. Badan-badan Keagamaan.
Permasalahan Hukum
(1) Larangan pemindahan Hak Milik kepada warga negara asing, badan hukum Indonesia (kecuali yang ditetapkan dalam PP No. 38/1963) dan badan hukum asing (pasal 26 ayat 2 UUPA);
(2) Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya Hak Milik kepada pihak-pihak yang tidak berwenang sebagai pemegang Hak Milik seperti warga negara asing, masih diakui/diperbolehkan oleh UUPA dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh memegang Hak Milik itu lebih dari 1 tahun dan harus mengalihkannya kepada pihak yang memenuhi syarat.
Peristiwa hukum yang menyebabkan berakhirnya Hak Milik kepada WNA adalah:
a. Percampuran harta karena perkawinan campuran;
b. Pewarisan tanpa wasiat (pewarisan ab intestato);
c. WNI kehilangan status kewarganegaraan Indonesianya (peralihan
dari WNI menjadi WNA).
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara selama jangka waktu tertentu guna usaha pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan
Jangka waktu HGU
(1) Tanaman keras: 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi;
(2) Tanaman muda: 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangan tersebut berakhir, pemegang hak dapat mengajukan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama.
Syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan HGU:
(1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
(2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
(3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGU;
(4) diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU
tersebut.
(1) Larangan pemindahan Hak Milik kepada warga negara asing, badan hukum Indonesia (kecuali yang ditetapkan dalam PP No. 38/1963) dan badan hukum asing (pasal 26 ayat 2 UUPA);
(2) Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya Hak Milik kepada pihak-pihak yang tidak berwenang sebagai pemegang Hak Milik seperti warga negara asing, masih diakui/diperbolehkan oleh UUPA dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh memegang Hak Milik itu lebih dari 1 tahun dan harus mengalihkannya kepada pihak yang memenuhi syarat.
Peristiwa hukum yang menyebabkan berakhirnya Hak Milik kepada WNA adalah:
a. Percampuran harta karena perkawinan campuran;
b. Pewarisan tanpa wasiat (pewarisan ab intestato);
c. WNI kehilangan status kewarganegaraan Indonesianya (peralihan
dari WNI menjadi WNA).
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara selama jangka waktu tertentu guna usaha pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan
Jangka waktu HGU
(1) Tanaman keras: 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi;
(2) Tanaman muda: 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangan tersebut berakhir, pemegang hak dapat mengajukan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama.
Syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan HGU:
(1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
(2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
(3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGU;
(4) diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU
tersebut.
Subyek HGU
(1) Warganegara Indonesia;
(2) Badan Hukum Indonesia;
(3)Untuk meningkatkan penanaman modal asing dalam sektor perkebunan ditetapkan berdasarkan Keppres No. 23/1980, bahwa Hak Guna Usaha dapat langsung diberikan kepada perusahaan PMA yang berbentuk Perusahaan Patungan yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Kewajiban dan Hak Pemegang HGU
Pemegang HGU berkewajiban untuk :
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
(3) Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
(4) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU;
(5) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(6) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU;
(7) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus;
(8) Menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang HGU berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perikanan dan atau peternakan;
(2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah HGU untuk mendukung pelaksanaan usaha pada nomor (1).
Luas Tanah HGU
Minimum 5 hektar (pasal 28 UUPA jo. Pasal 5 PP 40/1996)
(2) Maksimum :
- untuk perorangan: 25 hektar;
- untuk badan hukum: ditetapkan oleh Menteri Agraria dengan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dan luas tanah yang diperlukan untuk usaha tersebut.
Peralihan Hak Guna Usaha
(1) jual beli;
(2) tukar menukar;
(3) penyertaan dalam modal;
(4) hibah;
(5) pewarisan.
Peralihan tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta PPAT.
(PPAT HGU ADALAH DIREKTUR PENDAFTARAN TANAH-BPN PUSAT,….. BUKAN PPAT BIASA)
Sedangkan jual beli melalui lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang, dan peralihan karena pewarisan dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu (pasal 35 ayat 1 UUPA).
Pengertian bukan miliknya sendiri, berarti HGB dapat lahir dari:
pemberian/permohonan hak (HGB-HAT PRIMER)
Perjanjian pembebanan HGB di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain (HGB-HAT SKUNDER)
Luas Tanah HGB:
Tidak ada pembatasan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan hanya ada ketentuan bahwa apabila satu keluarga telah mempunyai 5 (lima) sertipikat tanah maka untuk setiap perubahannya harus mendapat izin dari BPN.
JANGKA WAKTU HGB
- Untuk HGB di atas Tanah Negara atau tanah Hak Pengelolaan, maksimum 30 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi (pasal 35 ayat 1 UUPA jo. Pasal 25 PP 40/1996);
- Sedangkan untuk HGB di atas tanah Hak Milik, paling lama 30 tahun (pasal 29 ayat 1 PP
40/1996).
Atas kesepakatan pemegang Hak Milik dan pemegang HGB, maka HGB atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan akta PPAT dan didaftar di Kantor pertanahan.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangan tersebut berakhir, pemegang HGB di atas tanah Negara dapat mengajukan pembaharuan hak.
Adapun syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan HGB:
(1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pem-
berian hak tersebut;
(2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
(3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGB;
(4) tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan;
(5) permohonan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu
HGB tersebut.
Untuk perpanjangan atau pembaharuan HGB atas tanah Hak Pengelolaan, selain dengan syarat tersebut di atas, harus dengan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
Kewajiban dan Hak Pemegang HGB
Kewajiban:
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan;
(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian hidup;
(4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung karena Keadaan geografis atau sebab lain;
(5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB tersebut hapus;
(6) Menyerahkan sertipikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang HGB berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta
(2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Hapusnya HGB
Jangka waktunya berakhir;
Dibatalkan karena syarat tidak terpenuhi;
Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
Dicabut untuk kepentingan umum (UU No. 20/1961);
Tanahnya ditelantarkan;
Tanahnya musnah;
Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HGB
Hak Pakai (pasal 41 UUPA) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian haknya (tanah negara) atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (tanah milik orang lain)
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah yang dapat dipergunakan untuk non pertanian dan pertanian, yaitu:
Kata “menggunakan”, menunjukkan bahwa tanah itu dapat digunakan untuk bangunan (sebagai wadah);
kata “memungut hasil” menunjukkan bahwa tanah dapat digunakan untuk usaha pertanian (sebagai faktor produksi).
(1) Warganegara Indonesia;
(2) Badan Hukum Indonesia;
(3)Untuk meningkatkan penanaman modal asing dalam sektor perkebunan ditetapkan berdasarkan Keppres No. 23/1980, bahwa Hak Guna Usaha dapat langsung diberikan kepada perusahaan PMA yang berbentuk Perusahaan Patungan yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Kewajiban dan Hak Pemegang HGU
Pemegang HGU berkewajiban untuk :
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
(3) Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
(4) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU;
(5) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(6) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU;
(7) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus;
(8) Menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang HGU berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perikanan dan atau peternakan;
(2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah HGU untuk mendukung pelaksanaan usaha pada nomor (1).
Luas Tanah HGU
Minimum 5 hektar (pasal 28 UUPA jo. Pasal 5 PP 40/1996)
(2) Maksimum :
- untuk perorangan: 25 hektar;
- untuk badan hukum: ditetapkan oleh Menteri Agraria dengan pertimbangan dari pejabat yang berwenang dan luas tanah yang diperlukan untuk usaha tersebut.
Peralihan Hak Guna Usaha
(1) jual beli;
(2) tukar menukar;
(3) penyertaan dalam modal;
(4) hibah;
(5) pewarisan.
Peralihan tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta PPAT.
(PPAT HGU ADALAH DIREKTUR PENDAFTARAN TANAH-BPN PUSAT,….. BUKAN PPAT BIASA)
Sedangkan jual beli melalui lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang, dan peralihan karena pewarisan dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu (pasal 35 ayat 1 UUPA).
Pengertian bukan miliknya sendiri, berarti HGB dapat lahir dari:
pemberian/permohonan hak (HGB-HAT PRIMER)
Perjanjian pembebanan HGB di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain (HGB-HAT SKUNDER)
Luas Tanah HGB:
Tidak ada pembatasan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan hanya ada ketentuan bahwa apabila satu keluarga telah mempunyai 5 (lima) sertipikat tanah maka untuk setiap perubahannya harus mendapat izin dari BPN.
JANGKA WAKTU HGB
- Untuk HGB di atas Tanah Negara atau tanah Hak Pengelolaan, maksimum 30 tahun
dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi (pasal 35 ayat 1 UUPA jo. Pasal 25 PP 40/1996);
- Sedangkan untuk HGB di atas tanah Hak Milik, paling lama 30 tahun (pasal 29 ayat 1 PP
40/1996).
Atas kesepakatan pemegang Hak Milik dan pemegang HGB, maka HGB atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan akta PPAT dan didaftar di Kantor pertanahan.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangan tersebut berakhir, pemegang HGB di atas tanah Negara dapat mengajukan pembaharuan hak.
Adapun syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan HGB:
(1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pem-
berian hak tersebut;
(2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
(3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGB;
(4) tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan;
(5) permohonan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu
HGB tersebut.
Untuk perpanjangan atau pembaharuan HGB atas tanah Hak Pengelolaan, selain dengan syarat tersebut di atas, harus dengan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
Kewajiban dan Hak Pemegang HGB
Kewajiban:
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan;
(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian hidup;
(4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung karena Keadaan geografis atau sebab lain;
(5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB tersebut hapus;
(6) Menyerahkan sertipikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang HGB berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta
(2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Hapusnya HGB
Jangka waktunya berakhir;
Dibatalkan karena syarat tidak terpenuhi;
Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
Dicabut untuk kepentingan umum (UU No. 20/1961);
Tanahnya ditelantarkan;
Tanahnya musnah;
Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HGB
Hak Pakai (pasal 41 UUPA) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian haknya (tanah negara) atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (tanah milik orang lain)
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah yang dapat dipergunakan untuk non pertanian dan pertanian, yaitu:
Kata “menggunakan”, menunjukkan bahwa tanah itu dapat digunakan untuk bangunan (sebagai wadah);
kata “memungut hasil” menunjukkan bahwa tanah dapat digunakan untuk usaha pertanian (sebagai faktor produksi).
Peraturan (dasar hukumnya) HAK PAKAI
(1) UUPA:
pasal 41 s/d 43, pasal 49 ayat 1, pasal 50 ayat 2 jo. Pasal 52;
(2) Luar UUPA:
UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing;
UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara;
PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia;
Pasal 1 PMA No. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak atas Tanah dan Ketentuan -ketentuan tentang Kebijaksanaan selanjutnya;
PMA No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan;
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 9 Tahun 1999, tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
Jangka waktu HAK PAKAI
(1) Untuk penggunaan umum (individual):
- atas tanah Negara adalah 25 tahun, dapat
diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui;
- atas tanah Hak Milik adalah 25 tahun dan tidak dapat
diperpanjang; dan dapat diperbaharui dengan
pemberian Hak Pakai baru dengan akta PPAT dan
didaftarkan di Kantor Pertanahan
(2)Hak Pakai khusus jangka waktu haknya adalah diberikan selama dipergunakan untuk keperluan khusus, yaitu kepentingan instansi pemerintah, keagamaan, sosial serta perwakilan negara asing dan badan internasional.
(1) Untuk penggunaan umum (individual):
- atas tanah Negara adalah 25 tahun, dapat
diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui;
- atas tanah Hak Milik adalah 25 tahun dan tidak dapat
diperpanjang; dan dapat diperbaharui dengan
pemberian Hak Pakai baru dengan akta PPAT dan
didaftarkan di Kantor Pertanahan
(2)Hak Pakai khusus jangka waktu haknya adalah diberikan selama dipergunakan untuk keperluan khusus, yaitu kepentingan instansi pemerintah, keagamaan, sosial serta perwakilan negara asing dan badan internasional.
SUBYEK PEMEGANG HAK PAKAI
(1) Warganegara Indonesia;
(2) Badan Hukum Indonesia;
(3) Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, dan Pemerintah Daerah;
(4) Badan-badan keagamaan dan sosial;
(5) Warganegara asing yang berkedudukan di
Indonesia;
(6) Badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia;
(7) Perwakilan negara asing dan perwakilan
badan internasional
Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai
Pemegang Hak Pakai berkewajiban untuk :
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan dan persyaratan;
(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian hidup;
(4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung karena keadaan geografis atau sebab lain;
(5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;
(6) Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang Hak Pakai berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta
(2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
LUAS TANAH DAN TERJADINYA
Luas Tanah
(1) Untuk tanah bangunan : tidak terbatas
(2) Untuk tanah pertanian : dibatasi dengan UU No. 56/Prp/1960.
Terjadinya (pasal 41 ayat 1)
- Jika asal tanah adalah Tanah Negara, maka terjadinya adalah melalui permohonan hak dengan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH);
- Jika berasal dari tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu (Hak Milik dan Hak Pengelolaan) maka terjadinya melalui perjanjian antara pemilik tanah tersebut dengan pihak yang akan memperoleh Hak Pakai;
- Berasal dari konversi hak-hak lama pada tanggap 24 September 1960
Pengertian dan Isi kewenangan
(Baca : Pasal 3 PMDN No. 5/1974)
Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk :
Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanahnya;
Menggunakan tanah untuk keperluan sendiri;
Menyerahkan bagian dari tanahnya kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang telah ditentukan bagi pemegang hak tersebut yang meliputi segi peruntukkan, segi penggunaan, segi jangka waktu dan segi keuangannya.
Sejarah HPL
Hak Pengelolaan ini berasal dari “Hak Beheer”, yaitu hak penguasaan atas tanah negara yang dengan PMA No.9/1965 dikonversi menjadi hak atas tanah menurut hukum tanah nasional :
Jika tanah Hak Beheer tsb. digunakan oleh instansi pemerintah untuk keperluan sendiri, maka dikonversi menjadi Hak Pakai;
Jika tanah Hak Beheer tsb. tidak hanya digunakan sendiri tetapi akan diserahkan kepada pihak ketiga bagian-bagian dari tanah lainnya yang meliputi segi peruntukkan, penggunaan dan jangka waktu dan keuangan, maka Hak Beheer dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.
Pemegang Hak Pakai berkewajiban untuk :
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
(2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan dan persyaratan;
(3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian hidup;
(4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung karena keadaan geografis atau sebab lain;
(5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;
(6) Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pemegang Hak Pakai berhak untuk :
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta
(2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
LUAS TANAH DAN TERJADINYA
Luas Tanah
(1) Untuk tanah bangunan : tidak terbatas
(2) Untuk tanah pertanian : dibatasi dengan UU No. 56/Prp/1960.
Terjadinya (pasal 41 ayat 1)
- Jika asal tanah adalah Tanah Negara, maka terjadinya adalah melalui permohonan hak dengan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH);
- Jika berasal dari tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu (Hak Milik dan Hak Pengelolaan) maka terjadinya melalui perjanjian antara pemilik tanah tersebut dengan pihak yang akan memperoleh Hak Pakai;
- Berasal dari konversi hak-hak lama pada tanggap 24 September 1960
Pengertian dan Isi kewenangan
(Baca : Pasal 3 PMDN No. 5/1974)
Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk :
Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanahnya;
Menggunakan tanah untuk keperluan sendiri;
Menyerahkan bagian dari tanahnya kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang telah ditentukan bagi pemegang hak tersebut yang meliputi segi peruntukkan, segi penggunaan, segi jangka waktu dan segi keuangannya.
Sejarah HPL
Hak Pengelolaan ini berasal dari “Hak Beheer”, yaitu hak penguasaan atas tanah negara yang dengan PMA No.9/1965 dikonversi menjadi hak atas tanah menurut hukum tanah nasional :
Jika tanah Hak Beheer tsb. digunakan oleh instansi pemerintah untuk keperluan sendiri, maka dikonversi menjadi Hak Pakai;
Jika tanah Hak Beheer tsb. tidak hanya digunakan sendiri tetapi akan diserahkan kepada pihak ketiga bagian-bagian dari tanah lainnya yang meliputi segi peruntukkan, penggunaan dan jangka waktu dan keuangan, maka Hak Beheer dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.
Peraturan (Dasar Hukumnya)
(1) Di dalam UUPA:
UUPA tidak secara tegas mengatur dan memuat definisi HPL, tetapi hanya tersirat dalam Penjelasan Umum bagian A. II. (2).
(2) Di luar UUPA:
a. PP No. 8/1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara
b. PMA Nomor 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak atas Tanah dan
Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan selanjutnya
c. PMDN No. 5/1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan
pemberian tanah untuk keperluan perusahaan
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 9 Tahun
1999, tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan menggantikan PMDN 1/19777
e. PMA No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
f. PMDN No. 3/1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk
keperluan Pembangunan Perumahan
Setelah jangka waktu hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga itu berakhir maka tanah tersebut kembali lagi ke dalam penguasaan sepenuhnya pemegang Hak Pengelolaan dalam keadaan bebas dari hak-hak yang membebaninya.
Sifat dan Ciri-ciri HPL
Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
Tidak dapat dipindahtangankan
Tidak dapat dijadikan jaminan hutang
Berisi kewenangan perdata dan kewenangan publik
Jangka waktu HPL adalah selama tanah tersebut dipergunakan sesuai ketentuan dalam pemberian HPL tsb.
Siapa saja yang dapat menjadi Subyek HPL ???
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang bergerak dalam kegiatan usaha sejenis dengan industri dan pelabuhan (BUMN dan BUMD)
Lembaga dan instansi pemerintah pusat dan pemda
(1) Di dalam UUPA:
UUPA tidak secara tegas mengatur dan memuat definisi HPL, tetapi hanya tersirat dalam Penjelasan Umum bagian A. II. (2).
(2) Di luar UUPA:
a. PP No. 8/1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara
b. PMA Nomor 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak atas Tanah dan
Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan selanjutnya
c. PMDN No. 5/1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan
pemberian tanah untuk keperluan perusahaan
d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 9 Tahun
1999, tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan menggantikan PMDN 1/19777
e. PMA No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
f. PMDN No. 3/1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk
keperluan Pembangunan Perumahan
Setelah jangka waktu hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga itu berakhir maka tanah tersebut kembali lagi ke dalam penguasaan sepenuhnya pemegang Hak Pengelolaan dalam keadaan bebas dari hak-hak yang membebaninya.
Sifat dan Ciri-ciri HPL
Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
Tidak dapat dipindahtangankan
Tidak dapat dijadikan jaminan hutang
Berisi kewenangan perdata dan kewenangan publik
Jangka waktu HPL adalah selama tanah tersebut dipergunakan sesuai ketentuan dalam pemberian HPL tsb.
Siapa saja yang dapat menjadi Subyek HPL ???
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang bergerak dalam kegiatan usaha sejenis dengan industri dan pelabuhan (BUMN dan BUMD)
Lembaga dan instansi pemerintah pusat dan pemda
Bagaimana Lahirnya HPL ???
Melalui Penetapan Pemerintah (PEMBERIAN HAK) karenanya HPL dapat digolongkan Jenis HAK ATAS TANAH PRIMER/ORIGINER.
Luas Tanah HPL: Tidak dibatasi tetapi disesuaikan dengan kebutuhan peruntukan dan penggunaan tanahnya
Apa saja yang menjadi sebab hapusnya HPL ???
(1) Dilepaskan oleh pemegang haknya (Pelepasan Hak)
(2) Dicabut untuk kepentingan umum (Pencabutan Hak)
(3) Diterlantarkan
(4) Tanahnya musnah
Melalui Penetapan Pemerintah (PEMBERIAN HAK) karenanya HPL dapat digolongkan Jenis HAK ATAS TANAH PRIMER/ORIGINER.
Luas Tanah HPL: Tidak dibatasi tetapi disesuaikan dengan kebutuhan peruntukan dan penggunaan tanahnya
Apa saja yang menjadi sebab hapusnya HPL ???
(1) Dilepaskan oleh pemegang haknya (Pelepasan Hak)
(2) Dicabut untuk kepentingan umum (Pencabutan Hak)
(3) Diterlantarkan
(4) Tanahnya musnah
terimakasih
BalasHapusPerkenalkan saya mahasiswa Fakultas HUKUM di UII Yogyakarta
:)
twitter : @profiluii
artikelnya bagus,
BalasHapusbermanfaat sekali buat saya
Saracensa: Sama2, Salam kenal :)
BalasHapusDeni prahman: terimakasih atas kunjungannya :)
usefull, makasi
BalasHapusterimakasih ya artikelnya sangat membantu. Teruslah berbagi untuk kebaikan semua. Salam.
BalasHapusterima kasih banyak atas artikelnya, sangat membantu.
BalasHapusApabila HGB tersebut berakhir,menjadi milik siapakah tanah xHGB tersebut ???? dan apabila pemegang hak telah meninggal,apakah dapat di wariskan tanah tersebut ??? trims atas jawabannya
BalasHapushttps://bayanlarsitesi.com/
BalasHapusEskişehir
Erzincan
Ardahan
Erzurum
4K4OK
Ağrı
BalasHapusDiyarbakır
Bolu
Elazığ
Siirt
JPC7
0AAF4
BalasHapusBitlis Evden Eve Nakliyat
Karaman Evden Eve Nakliyat
Gümüşhane Evden Eve Nakliyat
Elazığ Evden Eve Nakliyat
Mardin Evden Eve Nakliyat
7113D
BalasHapusKırşehir Evden Eve Nakliyat
Hakkari Evden Eve Nakliyat
Nevşehir Evden Eve Nakliyat
Tekirdağ Parke Ustası
Osmaniye Evden Eve Nakliyat
7AEF2
BalasHapusÇerkezköy Cam Balkon
Bingöl Şehirler Arası Nakliyat
Isparta Evden Eve Nakliyat
Çankırı Şehirler Arası Nakliyat
Adana Şehir İçi Nakliyat
Ankara Şehirler Arası Nakliyat
Gümüşhane Şehirler Arası Nakliyat
Batıkent Boya Ustası
Urfa Şehirler Arası Nakliyat
B78DA
BalasHapusÇankaya Boya Ustası
Mersin Parça Eşya Taşıma
Nevşehir Parça Eşya Taşıma
Çanakkale Lojistik
Tekirdağ Boya Ustası
Etlik Parke Ustası
Çanakkale Şehirler Arası Nakliyat
Sakarya Şehir İçi Nakliyat
Mercatox Güvenilir mi
B0D64
BalasHapusbinance %20 indirim