Pages

Kamis, 23 Januari 2014

Kompetisi Blog “Kaum Muda Bicara Indonesia”




MEMUNGUT SISA DARI PRAGMATISME PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA




Berkenaan dengan tema “Masihkah Kita Perlu Kehadiran Pihak Asing dalam Mengolah SDA” yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul “Urgensi Renegosiasi Kontrak” di www.darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya tidak setuju karena pada dasarnya ini hanya merupakan satu langkah cepat yang ditempuh oleh pemerintah untuk jangka pendek saja, namun perlu saya garis bawahi bahwa solusi seperti ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap “frame pengelolaan” sumber daya alam di negara ini. Karena toh, walaupun rencana ini bergulir dari beberapa tahun yang lalu namun realisasi dari rencana tersebut masih sangat terbatas. Secara umum renegosisasi kontrak karya yang “menyontek” keberanian dari beberapa Negara lain sebelumnya bertujuan untuk mencapai keadilan diantara kedua belah pihak, dan satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa ini merupakan sebuah jalur usaha untuk meningkatkan penerimaan Negara. Dengan merenegosiasi pertambangan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan hasil pendapatan khususnya dari sektor pertambangan. Renegosiasi ini merujuk pada penemuan keuntungan perusahaan lebih besar dibanding dengan pemerimaan negara. Pembahasan renegosiasi pertambangan kemudian direncanakan mencakup prinsip luas wilayah, jangka kontrak, divestasi, pengelolaan lingkungan, royalti, dan kewajiban menggunakan jasa dalam negeri serta pelarangan ekspor bahan mentah tambang. Namun dari sekian substansi pembahasan renegosiasi ini, kecenderungan yang terjadi adalah pemerintah lebih memprioritaskan membahas besaran penerimaan.


Jika dilihat dari tujuannya, tidak ada yang salah dengan keinginan dan desakan untuk melakukan renegosiasi kontrak karya karena ini adalah kewenangan pemerintah dan hak bangsa ini, tetapi kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah: sejauh mana solusi ini akan berpengaruh terhadap model pengelolaan SDA di negeri ini? Apakah renegosiasi ini berpengaruh terhadap kemandirian bangsa untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri?


Suka atau tidak suka kita harus mengakui bahwa pemerintah saat ini masih mengandalkan pihak asing untuk mengelola SDA di negeri ini. Betapa tidak, setiap kunjungan luar negeri Presiden ataupun pejabat-pejabat pemerintahan selalu membawa berbagai penawaran investasi di berbagai sektor. Celakanya lagi, bahwa penawaran investasi tersebut tidak terbatas pada bentuk investasi tidak langsung (portofolio) saja tetapi juga membuka peluang besar untuk investasi langsung (foreign direct investment) dengan pendirian perusahaan-persahaan pertambangan dan sebagainya. Jika kita merunut pada model investasi langsung oleh pihak asing di Indonesia, dalam tataran pelaksanaannya hampir seluruhnya menggunakan tanaga terampil sendiri yang didatangkan dari luar untuk mengelola dan menjalankan kegiatan investasi yang telah mereka bentuk, kalaupun ada orang-orang pribumi yang dilibatkan, mereka tidak diberi kesempatan untuk menduduki posisi-posisi yang strategis dalam perusahaan, sehingga kita tidak pernah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.


Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian berdalih untuk melakukan perubahan di dunia investasi dengan membuat berbagai perangkat aturan yang menurutnya lebih memihak kepada rakyat. Namun seperti yang dikemukakan diatas, perangkat aturan tersebut kenyataannya lebih memprioritaskan aspek besaran penerimaan Negara. Usaha-usaha renegosiasi kontrak karya menjadi jurus andalan pemerintah untuk melakukan “nasionalisasi” ala pemerintah, dengan pemahaman yang terlalu pragmatis bahwa renegosiasi tersebut akan mengembalikan kedaulatan sumber daya alam bangsa ini dari pihak asing. Namun, saya sendiri tidak meyakini pembenaran politik semacam itu, ketika kenyataannya berbagai perusahaan pertambangan asing yang baru tetap mendapat kursi empuk negeri ini.



Jawaban atas dua pertanyaan besar sebelumnya akan menjadi uraian singkat saya untuk melihat permasalahan pokok dari pengelolaan sumber daya alam di negeri ini.

Solusi renegosiasi kontrak hanya untuk memungut sisa-sisa investor asing!


Hal mendasar yang bahkan siswa di bangku sekolah dasar pun tahu bahwa nonrenewable natural resources sifatnya sangat terbatas, sekaya apapun negeri ini jika managerial sumber daya alam tersebut tidak dilaksanakan secara sustainable akan mengalami krisis juga nantinya. Tapi, justru sumber daya semacam inilah yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi, dan tentu saja menjadi pemikat nomor wahid kedatangan investor asing ke Indonesia.



Harus diakui sejak awal perangkat aturan kita belum siap untuk menjamu investor asing, sehingga pembentukan aturan yang lahir kemudian mendapatkan semangat liberalisme yang kuat tertanam dalam beberapa pasal sebagai akibat kuatnya pengaruh permainan kepentingan didalamnya. Oleh karena itu, di tahun 1960, Soekarno pernah membuat gempar perusahaan minyak asing, beliau memanggil Djuanda dan memintanya membuat susunan soal konsesi minyak “Kamu tau, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken, dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak”. Keberanian pemimpin seperti itulah yang dirindukan masyarakat saat ini, yang berani membela kedaulatan bangsanya, bukan pemimpin yang rela menjual harga diri bangsanya demi sokongan materi untuk menduduki kekuasaan.




Pemerintah harus sadar solusi renegosiasi kontrak karya yang selalu mengalami penundaan dan penolakan belakangan ini merupakan sebuah drama yang sengaja dibuat oleh para pemilik modal asing untuk rekayasa peluang pengerukan sumber daya alam sebanyak-banyaknya demi keuntungan sebesar-besarnya sebelum nantinya mereka benar-benar mendapatkan tekanan yang besar untuk harus menyetujui renegosiasi kontrak tersebut atau bahkan dengan kepuasan tersendiri harus meninggalkan negeri ini, namun saat itu terjadi yang tersisa bagi kita hanyalah remah-remah yang jumlahnya bahkan tidak bisa mencukupi kebutuhan negeri sendiri. Akhirnya, Negara yang sangat kaya dengan sumber daya tambang ini harus mengimpor dari negara lain dengan harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan renegosiasi kontrak sebagai jalan untuk mencapai kedaulatan SDA, tetapi kita harus memulai dari akar permasalahannya yaitu frame pengelolaan SDA itu sendiri, dimana pemerintah selalu lebih mempercayai kemampuan pihak asing dalam pengelolaannya.





Bangsa ini mampu untuk mandiri!


"...Venezuela again took steps to nationalize its oil industry, and the Russian government took control over Yukos, the largest nonstate oil firm. In 2006, Bolivia began to nationalize oil and gas, and Ecuador also took over the operations of a foreign oil firm by canceling its contract. More moderately, Argentina increased taxes on oil and mining fields, in spite of tax guarantees that precluded doing so. Expropriation has also been a concern for mining projects: it seems to have taken place in Uzbekistan, and firms have brought arbitration cases against Kyrgyzstan and Azerbaijan over this issue (Hogan & Sturzenegger, 2010)


Beberapa pemimpin dunia telah memperlihatkan keberanian mereka untuk membela kekayaan bangsanya dari kontrol asing. Suara-suara untuk melakukan pergerakan yang sama di Indonesia telah lama pula mencuat. Namun, hingga sekarang tak seorang pun pemimpin negara ini yang mau menjadi seorang martyr untuk membela apa yang diperjuangkan patriot kemerdekaan kita. Kontrol pihak asing terhadap kekayaan sumber daya alam kita semakin kuat, dan pemerintah seakan tidak berkutik sama sekali. Penyebabnya? Cara berpikir pemerintah yang selalu pesimis dan melecehkan kemampuan bangsa kita.


Dari waktu ke waktu penemuan sumber kekayaan alam di bumi pertiwi semakin banyak, yang mengindikasikan peluang untuk eksplorasi dan eksploitasi yang lebih jauh. Namun anehnya rakyat Indonesia yang sejatinya adalah pemilik hak atas kekayaan alam tersebut malah kurang diberi kesempatan untuk mendapatkan peluang pengelolaan itu. Pemerintah selalu berdalih bahwa sumber daya manusia kita belum cukup mampu untuk mengelola peluang tersebut dan pemerintah juga tidak memiliki cukup anggaran untuk mengambil kesempatan tersebut. Inilah yang saya maksud sebelumnya bahwa pemerintah telah melecehkan kemampuan bangsanya sendiri. Bangsa ini memiliki lebih dari 240 juta asset SDM untuk diberdayakan, dan mustahil jika tidak ada bibit-bibit unggul yang lahir diantara mereka. Berbagai kejuaraan olimpiade internasional banyak dimenangkan oleh generasi bangsa ini, tenaga professional kita banyak di rekrut di luar negeri, karya-karya anak bangsa telah banyak diakui oleh dunia dan faktanya, Indeks Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini berada di urutan ke-53 dari 122 negara di dunia berdasarkan pengukuran Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan di Jenewa, Swiss Oktober 2013 lalu. Rekrut mereka, beri mereka kesempatan, berikan mereka pelatihan yang memadai untuk mengelola asset bangsanya sendiri, itu yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak dulu.


Kemudian masalah anggaran, pemerintah memang tidak akan mampu untuk membiayai pendirian perusahaan-perusahaan tambang berskala besar sendirian, namun terlalu bodoh jika pemerintah menganggap remeh kemampuan bangsa ini. Rakyat Indonesia ini kaya, ada banyak pengusaha-pengusaha besar di negeri ini, dan masih ada pula BUMN yang memiliki cukup modal untuk mengambil peluang tersebut. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan rangsangan pemicu untuk mereka. Pemerintah harus berani menjadi fasilitator untuk mengumpulkan para pemilik modal di negeri ini dan mendorong mereka untuk bersatu dan berani mengambil kesempatan itu. Rencanakan bersama-sama dan bangun bersama-bersama, pemerintah tidak boleh lepas tangan, berikan bantuan apapun yang dibutuhkan. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sejak dulu, karena para pemilik modal negeri ini butuh dorongan dan jaminan dari pemerintah. Jika langkah-langkah seperti ini dilakukan, maka penulis yakin secara perlahan bangsa ini akan benar-benar berdaulat atas sumber daya alamnya sendiri.


Sebagai penutup, mengutip kalimat John F Kennedy yang terdapat dalam artikel berjudul “Impian: Konferensi Pertambangan di Kalimantan” yang dimuat di www.darwinsaleh.com, All of this will not be finished in the life of this administration, nor even perhaps during our lifetime on this planet, but let’s begin.” Jangan biarkan generasi penerus bangsa nanti mengutuk perbuatan kita saat ini.


Sumber : http://www.youtube.com/watch?v=QIDsz9TLuzI





“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.


Sumber video  : Youtube
Sumber Gambar : Editing Penulis di Bitstrips

52 komentar:

  1. setuju dengan Anda.. Indonesia harus mandiri, karena kekayaan alam kita ya hanya untuk rakyat kita, bukan untuk asing.. (y)

    BalasHapus
  2. Miris memang melihat Indonesia saat ini, tapi mari berjuang bersama-sama mbak, mari memulai dari hal-hal kecil dan dari diri sendiri, berjuang untuk menjadi penerus bangsa yang tidak kacangan di mata dunia barat..

    BalasHapus
  3. Gagasan yg ditawarkan sangat lugas dan realistis, seharusnya sebagai bangsa yang memiliki SDA yang melimpah sangat miris jika sebagian besar SDA tsb dikuasai oleh bangsa asing. Saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau jadi tuan rumah tingkatin kualitas SDM, Pasti Bisa!
      Makasih kunjungannya.

      Hapus
  4. Saya sangat setuju dengan anda. Dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dinyatakan bahwa pengelolaan SDA di Indonesia harus ditujukan untuk menyejahterakan rakyat. Pengelolaan pertambangan asing yang selama ini didominasi oleh asing nyatanya tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Oleh sebab itu, konsep berdikari di bidang pertambangan harus dipraktikan di Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amanah konstitusi itu entah terabaikan atau memang sengaja diabaikan?? saya yakin jawabannya sudah pada tahu, hehehee..
      makasih sdh berkunjung :)

      Hapus
    2. Amanah ini tampaknya memang sudah sengaja diabaikan demi kepentingan sekelompok pihak.

      Hapus
  5. Pandangan yang luar biasa, bukan sekedar persepsi tapi merupakan gambaran kondisi bangsa saat ini yang kemandiriannya masih dipertanyakan dalam hal pengelolaan SDA.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin hanya gambaran kecil sj, tp semoga bisa membuka sedikit fakta2 kegagalan kita mengelola SDA sendiri, terimakasih kunjungannya :)

      Hapus
  6. Betul. Sudah saatnya membatasi izin pengelolaan tambang bagi pihak asing, kita harus prioritaskan kesempatan bagi bangsa sendiri, kita jangan mau dijajah lagi !!

    BalasHapus
  7. Pembatasan izin pertambangan asing di Indonesia sebenarnya sudah lama diteriakkan oleh banyak kalangan, tetapi yang didapat hanya janji2 belaka,, saya mau mengajak generasi muda negeri ini jangan hanya diam, mari bersuara, paling tidak dengan sedikit cubitan buat pemerintah melalui tulisan kalian.

    Terimakasih kunjungan dan komentarnya :)

    BalasHapus
  8. terima kasih telah berkunjung. semangat dan semoga mendapat yang terbaik. maaf kotak komentar di blog saya tidak terlihat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2, makasih juga sudah berkunjung..
      Kalau mau komentnya keliatan, coba diatur di setelan blog nya mas, mungkin lokasi komentar nya "tersembunyi", just advice hehehee..

      Hapus
  9. Saya sepakat dgn tulisan anda. Dlm konstitusi kita dgn jelas mengatur bahwa "bumi, air dan kekayaan alam yg terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya utk kemakmuran rakyat". Tulisan anda menggambarkan secara tepat bahwa tindakan pemerintah dlm menjalankan amanah konstitusi tsb sejauh ini masihlah jauh panggang dari api.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups bener mas, api nya di Indonesia tapi panggangannya di amerika sama eropa hahahaa, tau lah apa maksud saya..

      Hapus
  10. bongkar! hahaha.. demi kehidupan yang lbh baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahh.. muncul juga si abang.. bongkar bang! bongkar! bongkar!!! hahahahaa...

      Hapus
  11. harus dikirimkan file tulisannya beserta form pendaftaran ke email kami. Info lengkap http://bit.ly/1kwhH73

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih informasinya admin, akan saya kirim secepatnya.

      Hapus
  12. benar sekali,, jangan sampai sisa2 SDA kita benar2 habis di tangan orang asing,,

    BalasHapus
  13. tulisan yang sangat menarik, saya setuju dengan abang.
    bahwa bangsa kita mampu untuk mandiri, terlebih untuk mngelola SDA sendiri.
    jangan sampai pnderitaan teman2 kita di Papua merembes k daerah2 lain.,bukankah sangat miris ketika kita terjajah di negeri sendiri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nemu video menarik ini di youtube, http://www.youtube.com/watch?v=NFetmRrLxPw
      benar atau tidak, entah lah..

      Hapus
  14. setuju sekali saya dengan pendapatnya saudara ahmad nur.. great opinion :)

    BalasHapus
  15. yg berwenang lebih banyak berpikirlah, memang udah diamatin oleh rakyat buat mikir toh hehehe... bahwa mamfaatkanlah segalanya itu hanya dan untuk kesejahteraan bangsa (rakyat). Ewako Ahmad Nur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah pada udah banyak mikir tuh mas, tp kayakx mikir buat kepentingan golongan sih hahahaaa.. Ewako!!

      Hapus
  16. Keren, inspiratif banget.
    Yaa renegosiasi sebenarnya bs jd salah satu solusi alternatif yg realistis utk saat ini. Hnya saja, perlu ketegasan lebih agar pihak asing mau mematuhi itu. Dgn catatan penting, renegosiasi itu memang dilakukan utk menyejahterakan rakyat secara menyeluruh, bkn utk kantong-kantong pribadi para elit :D
    Good job :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tp menurut sy, renegosiasi itu pemikiran yg terlalu pragmatis, krna solusi renegosiasi tidak akan mengurangi cengkraman pihak asing atas sumber daya alam kita, artinya pihak asing akan tetap selalu diterima menanamkan investasi langsung di Indonesia hanya saja pembagian keuntungannya saja yg berubah.
      Jadi itu tdk merubah sama sekali pola pengelolaan SDA kita, kita tetap tdk bisa berdikari atas SDA yg melimpah ini.

      Thanks kunjungannya :)

      Hapus
  17. Melalui tulisan ini maka telah mengungkap sebuah fakta yang tak mampu kita tolak, yakni...
    Dulu kita dijajah secara kasar...
    Sekarang dijajah secara halus...
    Maka, sbagai generasi penerus, kita harus peduli dengan keadaan negeri yang sepertinya tak pernah mengamalkan lagi nilai2 dari ideologi kita...
    Semuanya hanya mementingkan diri sendiri saja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Diatas kertas mgkn ideologi kita tdk pernah berubah, tp dlm masyarakat memang sdh keliatan terkikis, begitu pula beberapa pemangku jabatan di pemerintahan, ideologi itu hanya dipandang sebagai retorika untuk pelajaran anak SD.
      Kita perlu transformasi pemerintahan yg menyeluruh! itu tanggapan sy..

      Terimakasih kunjungannya :)

      Hapus
  18. Sepakat bro... tapi kita juga harus logis bro... Nasionalisasi harus diimbangi dengan modal dan standar kualitas tenaga kerja sehingga mampu berjalan dengan baik... jangan sampai jadi boomerang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener bro, itu salah satu hal penting yg sy tekankan sebelumnya, tp kl pemerintah mau serius mencari bibit2 unggul bangsa ini sebenarnya saat ini sdh banyak yg punya potensi, banyak SDM bangsa ini yg sdh direkrut oleh perusahaan2 tambang diluar negeri krna tdk mendapatkan kesempatan itu di dlm negeri sendiri. Kl memang pemerintah punya awareness akan hal itu, seharusnya mrka itu lah yg diberdayakan.

      Hapus
  19. semua sumnber daya harus dimanfaatkan dengan bijak,

    mampir juga ya

    http://yogaaditamaikananda.blogspot.com/2014/01/tentang-perbatasan_24.html#comment-form

    BalasHapus
  20. itulah negeri ini,,,banyak dagelannya..hhhh.nice post

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaa bener mas, yg paling hebat itu yg nulis naskahnya, silahkan ditebak sndri siapa yg sy mksud :)

      Hapus
  21. Maaf,saya baru baca artikel ini dan belum dapat baca secara keseluruhan tapi secara garis besar menarik gagasan saudara, semoga gagasan-gagasan ini tidak hanya menjadi pajangan dalam dunia maya saja. Tambahan,seingat saya satu-satunya presiden yang melakukan nasionalisasi perusahaan asing itu Soekarno dan memang hingga saat ini belum ada yg seberani beliau dalam bertindak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari beberapa bacaan yg sempat sy baca, salah satu ikhwal trbesar adanya intrik penggulingan Presiden Soekarno saat itu digawangi oleh pihak asing yg tdk dpt bebas lagi menanamkan cengkraman penguasaan SDA saat kepemimpinan Soekarno, di youtube sy juga sempat menemukan video yg memaparkan bagaimana taktik bangkitnya penguasaan investor barat di negeri ini, benar/tidaknya video ini silahkan dinilai sendiri => http://www.youtube.com/watch?v=NFetmRrLxPw

      Terimakasih sudah mampir :)

      Hapus
  22. Negeri ini memang masih sangat kekurangan SDM, sebagai contoh : Jepang yang memiliki jumlah gunung berapi yang relatif tidak jauh berbeda dengan Indonesia, satu gunung apinya dikawal 10 orang doktor atau profesor. Sedangkan Indonesia yang memiliki 129 gunung api, ahli vulkanologinya kurang dari 10 orang.

    Kunjungi juga: http://sofia-zhanzabila.blogspot.com/2014/01/negeri-cincin-api-negeri-surga-di-balik.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah bener mbak, pengembangan SDM kita memang terlalu lambat padahal dari segi kuantitas kita jauh lebih besar, bibit2 unggulan banyak cuma kurang diberdayakan.

      Makasih kunjungannya :)

      Hapus
    2. wah mba sofy ikut jg ya. hehe. sy ga sempat ikut....

      Hapus
  23. Seperti yg kita ketahui prioritas negara-negara barat ialah menguasai, mengingat SDA Indonesia yg begitu melimpah insting menguasai mereka bekerja. Dengan iming-iming kenikmatan sementara, pemerintah kita dibutakan akan hal itu. Pemerintah tidak berpikir untuk masa depan bangsa ini, kekayaan bangsa dikuras sebanyak mungkin tanpa berpikir bagaimana kelanjutan SDA ini kedepannya. Kasian nanti anak cucu kita yang akan dibebankan lebih berat kedepannya.

    Pemerintah harus berpikir untuk kedepannya, mengelola SDM sebagai langkah awal mandirinya bangsa kita ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sy sndri melihat konsep "berbangsa" di negeri ini sdh kurang dipahami oleh para pemangku jabatan di pemerintahan saat ini,sejarah berdirinya negara ini seakan hanya menjadi bahan bacaan semata tanpa memahami nilai-nilai yg hidup bersamanya, setiap orang hanya berpikir utk mengambil manfaat sebesar2nya tanpa peduli masa depan penerus kita, miris memang tp tak ada kata terlambat utk berubah, dan itu bisa dimulai dari diri kita masing2.

      terimakasih kunjungannya :)

      Hapus

Silahkan Komentar Disini..