Sistem
Elektronik Government (E-Government),
Kebijakan Pemerintah yang Sesuai Prinsip Good Governance
Kebijakan Pemerintah yang Sesuai Prinsip Good Governance
Di Indonesia,
inisiatif e-government telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika).
Dalam instruksi itu dinyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan
teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat
proses demokrasi.
Konsep electronic government pada dasarnya merupakan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah dengan tujuan
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberi kesempatan kepada masyarakat
untuk dapat lebih berpartisipasi dalam sistem demokrasi. Hal ini senada dengan
pendefinisian e-government dari Pemerintah New Zealand, yakni “e-government
is a way for governments to use the new technologies to provide people with
more convenient access to government information and services, to improve the
quality of the services and to provide greater opportunities to participate in
our democratic institutions and processes”. Selain New Zealand, Bank Dunia
juga memiliki pendefinisian tentang electronic government (e-government),
yakni e-government refers to the use government agencies of information
technologies (such as Wide Area Network, the Internet, and mobile computing)
that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and
other arms of government (Andrianto, 2007).
Di luar definisi-definisi tersebut, Al Gore dan Tony Blair
secara bersemangat menjelaskan manfaat yang didapat dengan menggunakan e-government,
manfaat tersebut antara lain:
1.
Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya
(kalangan pengusaha, masyarakat, dan industri), terutama dalam hal kinerja
efektivitas dan efisiensi di berbagai kehidupan bernegara.
2.
Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelengaraan
pemerintahan dalam eangka penerapan good corporate governance.
3.
Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi
yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan
aktivitas sehari-hari.
4.
Memberikan peluang pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang
baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
5.
Menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang baru yang dapat menjawab berbagai
permasalahan yang dihadapi secara tepat dan cepat sejalan dengan perubahan
global dan tren yang ada.
6.
Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak yang lain sebagai mitra pemerintah
dalam proses pengambilan kebijakan publik secara merata dan demokratis.
Pada tataran implementasi, terdapat tiga tingkatan e-government
yang dicerminkan oleh tampilan situs (website) pemerintah, yakni sebagai
berikut:
1. Booklet (to publish): Jenis implementasi termudah ini
biasanya berskala kecil dan kebanykan aplikasinya tidak emerlukan sumber daya
yang terlalu besar dan beragam. Komunikasi yang muncul dalam tingkatan ini
hanyalah satu arah, pemerintah hanya mempublikasikan data dan informasi agar
dapat diakses langsung oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
2. Interact: Pada jenis ini muncul komunikasi dua
arah antara masyarakat dan pemerintah yang berkepentingan. Terdapat dua jenis
aplikasi yang dapat dpergunakan untuk komunikasi dua arah ini. Pertama, bentuk
portal di mana situs memberikan fasilitas searching bagi mereka yang ingin
mencari informasi secara spesifik. Kedua, pemerintah memberikan kanal di mana
masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertentu yang
berkepentingan, baik secara langsung (chatting, teleconference, web-tv,
dan sebagainya) maupun tidak langsung (e-mail, frequent ask questions,
newsletter, mailing list, dan sebagainya).
3. Transact: Pada jenis ini sudah terjadi transfer
uang dari satu pihak ke pihka lain sebagai konsekuensi dari diberikannya
layanan jasa oleh pemerintah. Aplikasi ini lebih rumit karena mengharuskan
adanya sistem keamanan dan perlindungan privasi pihak-pihak yang bertransaksi.
Sinergitas Good Governance, Demokrasi, dan E-Government
dalam Memberdayakan Masyarakat melalui Transparansi dan Akuntabilitas Publik
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, kesinergisan interaksi yang konstruktif di
antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat merupakan hal yang
hendak dituju oleh paradigma good governance ini. Di dalam good
governance, masyarakat dan pihak swasta tidak lagi dipandang sebagai obyek,
melainkan sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan
pemerintahan. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya, good governance
harus didukung oleh sebuah sistem pemerintahan yang mampu menjadi inkubatornya
yakni sistem demokrasi. Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan yang menjadikan
masyarakat sebagai subyek hanya terdapat dalam sistem pemerintahan yang
demokratis.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas publik juga
menjadi syarat penting dalam good governance agar masyarakat dan pihak
swasta dapat ikut andil dalam proses pengambilan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Transparansi publik dapat menciptakan iklim investasi yang baik dan
meningkatkan kepastian usaha serta menguatkan kohesi sosial. Sedangkan
akuntabilitas publik mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat
dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Untuk memfasilitasi hal tersebut,
konsep e-government mampu menjadi sebuah sarana yang dapat diterapkan
oleh pemerintah, baik itu pusat ataupun daerah. E-government apabila
dijalankan dengan baik, mampu memberikan manfaat dalam hal pemberdayaan
masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses
pengambilan kebijakan publik yang merata dan demokratis. Di samping itu, bagi
pemerintah sendiri dapat memberikan peluang untuk mendapatkan sumber-sumber
pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Penggunaan e-governement yang sudah ada saat ini harus
ditingkatkan lagi fungsinya dan diperluas lagi aksesnya, sehingga bisa
dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Berdasarkan 3 tahapan implementasinya,
yakni booklet, interact, dan transact, masyarakat dan para
pengusaha akan mendapatkan banyak manfaat, antara lain:
Pada
implementasi tingkat booklet
1. Mereka
dapat membaca dan men-download berbagai produk undang-undang maupun
peraturan yang ditetapkan oleh DPR/D, eksekutif (presiden/menteri/gubernur/ bupati/walikota)
maupun yudikatif (MA/MK).
2. Para
investor dapat mengetahui syarat-syarat, prosedur, sekaligus waktu dan biaya
perizinan mendirikan sebuah perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan yang
ada serta berbagai data statistik ataupun potensi-potensi kekayaan daerah yang
belum diolah dari instansi terkait.
3. Calon
mahasiswa dapat mengetahui berbagai jurusan yang ditawarkan oleh perguruan
tingi negeri beserta persyaratan dan biayanya.
Pada
implementasi tingkat interact
1. Rakyat
dapat melakukan diskusi dengan wakilnya di DPR/D dengan menggunakan fasilitas chatting,
e-mail, atau mailing list.
2.
Pelanggan dapat menanyakan besarnya tagihan telepon/listrik untuk bulan ini
dengan sms atau internet.
3.
Mahasiswa dapat menanyakan secara spesifik tentang beasiswa untuk melanjutkan
studi yang dikoordinasi oleh Dirjen Dikti.
Pada
implementasi tingkat transact
1. Melalui
aplikasi e-procurement, rangkaian proses tender proyek-proyek pemerintah
dapat dilakukan secara online.
2.
Masyarakat dapat membayar tagihan air minum dan listrik melalui internet atau
ATM.
3. Para
petani dapat langsung bertransaksi menjual padinya ke Bulog melalui internet.
Sekali
lagi ditegaskan bahwa tiga tingkatan implentasi di atas apabila dilaksanakan
dengan niatan untuk memberdayakan masyarakat, maka akan bermuara pada
terwujudnya good governance yang nantinya juga akan mendukung
terbentuknya suatu kehidupan yang demokratis nan harmonis. Tiga sektor dalam “good
governance” yaitu negara/pemerintah, privat, dan masyarakat, memiliki pembagian
hak dan tanggung jawab bersama yang juga dapat diatur dalam berbagai jenis
kontrak sosial, seperti peraturan dan UU. Kontrak-kontrak ini merupakan hasil
produk pengaturan bersama yang melibatkan ketiga sektor tersebut. Pemerintah
berperan sebagai pembuat regulasi dan mengamankan hasil-hasil regulasi
berdasarkan kesepakatan bersama ketiga sektor tadi. Masyarakat memiliki hak
untuk mengakses informasi dari pemerintah melalui e-government dalam
rangka mengawasi kinerja lembaga pemerintahan dan mitra kerjanya yang dijamin
oleh sistem legal-formal. Sistem ini dapat memberi implikasi yuridis kepada
lembaga-lembaga yang melalaikan fungsinya untuk mewujudkan transparansi
informasi dan akuntabilitas publik. Keterlibatan masyarakat secara langsung
dalam mengawasi kinerja pemerintah merupakan syarat terlaksananya “good
governance”.
Seperti
yang telah dipaparkan di atas bahwa penggunaan konsep e-government juga harus
disertai dengan sistem legal formal yang mejamin terlindunginya privasi dari
pihak-pihak yang berkepentingan, misalkan saja dalam hal bertransaksi. E-government
yang telah bersinergi dengan good governance, tidaklah semata-mata hanya
permasalahan manajemen pelayanan publik, tetapi juga permasalahan kebijakan
publik. Di mana masyarakat sebagai pemberi mandat kewenangan yang legitimate
perlu diberikan hak-hak yang nyata diatur dalam produk-produk kebijakan publik
(Wijaya, 2006:157). Di Indonesia sebenarnya sudah diterapkan hal-hal semacam
ini, yakni seperti sudah diterbitkannya UU Pelayanan Publik dan UU Kebebasan
Informasi Publik (KIP). Namun, UU ini harus lebih disosialisasikan dan
diterapkan sesuai dengan apa yang tertulis dalam UU sehingga mencegah
terjadinya penyelewengan. Aturan-aturan hukum yang menjamin transparansi dan
akuntabilitas layanan publik memang harus ada dulu, untuk kemudian diimbangi
dengan upaya penegakan hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini..