Pages

Pages

Sabtu, 20 Oktober 2012

Masalah Lingkungan Hidup

Masalah Lingkungan Hidup

Apa sesungguhnya Masalah LH itu? Intinya adalah ketidakstabilan LH, yakni terganggunya proses siklus ekosistem disebabkan adanya satu atau lebih unsur dari komponen ekosistem yang tidak berfungsi secara normal (stabil dan dinamis), yang (secara langsung atau tidak langsung) menyebabkan terganggunya komponen sosiosistem, dan/atau sebaliknya yang menyebabkan degradasi pada dinamika dan stabilitas sosioekosistem sebagai suatu tatanan yang utuh. Dalam konteks ini, masalah LH dapat berupa masalah geologis, atau masalah antropogenik, atau gabungan dari keduanya (geologis dan antropologis secara berakumulasi).

   Kesepakatan tokoh hukum lingkungan UI-UGM-Unair dan Unpad + L.Woltgens dan Th.G. Drupsteen dari Amsterdam-Belanda, 12 Januari 1994, klasifikasi masalah LH tersebut cukup disinggung sepintas lalu pada S1, dan diharapkan diperluas pada program S2. Dalam hal ini Munadjat Danusaputro memberikan suatu pesan khusus, agar dosen hukum lingkungan berupaya memiliki/memahami: apa yang diajarkan; bagaimana cara mengajarkan; sumber; dalil/apa pendapat tentang yang diajarkan; dan apa manfaatnya (Penulis dengan jujur mengemukakan disini, bahwa pesan itu belum dapat dipenuhi, setidaknya sampai pada saat penulisan ini).

Guna keperluan praktis, pada garis besarnya kajian masalah LH dapat dibagi ke dalam: (1) Umum; dan (2) Indonesia.

(1) Masalah LH Secara Umum
Pembangunan, konkritnya kegiatan manusia dalam menjalani dan memperbaiki hidup dan kehidupannya senantiasa menggunakan unsur-unsur SDA dan LH , dan berlangsung pada LH tertentu. Kegiatan ini merupakan tuntutan hidup yang sangat manusiawi bahkan merupakan suatu kemutlakan bila manusia ingin tetap eksist dalam kehidupan berbudaya ini secara wajar yang tidak boleh dipertentangkan dengan tuntutan ekologi agar tetap stabil dan dinamis, dan bukan soal pilihan satu diantara keduanya. Di sinilah berakar masalah LH yang hakiki (Kusumaatmadja, 1975 & Emil Salim, 1988).

Pembangunan tersebut dalam dirinya mengandung "perubahan besar" seperti perubahan struktur ekonomi, struktur fisik wilayah; struktur pola konsumsi; dan tentunya struktur SDA dan LH, termasuk teknologi dan sistem nilai (KH, 1999:49). Dengan demikian, apabila perubahan-perubahan tersebut menimbulkan tekanan yang melampaui batas-batas keseimbangan/keserasian SDA dan LH, maka manusia telah menghadapi masalah LH. Sesaran sederhana dapat dikatakan sebagai degradasi atau mundurnya kualitas lingkungan (W&GD, 1992 & GD,1994). Kualitas lingkungan (LH) pada hakikatnya adalah nilai yang dimiliki lingkungan untuk kesehatan manusia, keamanan dan bentuk-bentuk penggunaan lainnya serta lingkungan hidup itu sendiri (nilai intrinnsik).

Adapun wujud atau bentuk masalah LH dalam realitasnya dapat berupa pencemaran, atau perusakan, atau pencemaran dan perusakan LH secara bersamaan dan berakumulasi. Masalah LH ini dapat berupa pencemaran dan perusakan LH yang disebabkan oleh tindakan manusia (masalah LH "antropologeniK'), dan juga dapat disebabkan oleh peristiwa alam (masalah LH "geologis"). Sebagai catatan, bahwa yang dapat dikendalikan oleh manusia, termasuk pengaturan dan penerapan hukumnya, hanyalah masalah LH anntropogenik, yakni mengendalikan kegiatan manusia yang berdimensi SDA/LH, dengan AMDAL, Penataan Ruang, Baku mutu, audit lingkungan misalnya. Adapun yang bersifat geologis, hanya dapat diupayakan agar akibatnya terhadap kehidupan manusia dapat diperkecil, misalnya membuat tanggul penahan lahar seperti di lereng Merapi, dsb. Perkembangan hukum lingkungan sendiri merupakan akibat timbulnya kesadaran tentang. masalah lingkungan hidup dalam tahun-tahun tujuh puluhan (W&GD,1992)

Di sinilah antara lain letak pentingnya memahami (setidaknya mengenal) masalah LH ini dalam kajian/pelajaran hukum lingkungan, yang merupakan dasar dan akar tumbuh dan berkembangnya hukum lingkungan. "Hukum lingkungan, bermula dari masalah lingkungan hidup" (SS Rangkuti, 13-1-1994). Substansi dan dasar pemikiran hukum lingkungan dapat dihami secara lebih baik dengan adanya pemahaman (pengetahuan) pada akar-akarnya. Disini pulalah letak makna hukum lingkungan sebagai "hukum fungsional.

Kembali kepada masalah LH antropogenik, "semakin tinggi tingkat intentitas kegiatan manusia- yang umumnya sejalan dengan tingkat kemajuan ekonomi dan iptek/kebudayaan yang dicapai, semakin besar pula kemungkinan terjadinya pencemaran dan perusakan LH tersebut, baik secara yuridis terlebih-lebih secara ekologis (pencemaran atau perusakan LH secara yuridis menurut system hukum lingkungan Indonesia atau UUPLH, tidak identik dengan pencemaran atau perusakan LH secara ekologis atau fisik). Ini berarti bahwa masalah LH secara prinsipil tidaklah menurun, melainkan semakin meningkat sesuai dengan hukum termodinamika I & II serta asas-asas dalam kajian LH, kecuali dengan kesadaran dan tindakan manusia yang berwawasan LH diwujudkan secara berkelanjutan dengan belajar dari pengalaman dan sejarah pertumbuhan yang dicapai peradaban manusia. Contoh:

1. Kasus Smog Los Angeles: Tahun 1950 an, Los Angeles mengalami "smog", yakni asap yang menebal yang menyerupai kabut menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit misterius seperti yang menyerang ayam, sapi, dan domba mati. Keadaan inilah yang mengilhami terbitnya buku "The Silent Spring" (Musim Semi yang Sunyi).oleh Rachel Carson, 1962 yang menggambarkan betapa para petani berbicara tentang banyaknya penyakit dalam keluarganya, para dokter menyaksikan penyakit baru yang muncul pada pasiennya, dll. 

2. Kasus Minamata - Jepang (diulas secara mendalam oleh Harada Masazumi, "Tragedi Minamata", 2005), yakni timbulnya penyakit baru di Teluk Minamata Jepang, laporan 1955 dan 1956, yang menyerang manusia dan hewan, seperti tulang penderita menjadi "rapuh", yang kemudian (1968) diketahui, ternyata penyebabnya dari limbah industri, termasuk pupuk pertanian.

3. Global: Salah satu masalah LH secara global yang dapat mengancam kehidupan umat manusia adalah "pemanasan global", yakni naiknya intensitas "Efek Rumah Kaca" ("Greenhouse Effect') yang disebabkan meningkatnya gas (C02) dalam atmosfir ("atmosphere") selimut bahan, gas berupa udara, yakni bahan udara di sekeliling bumi (yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan "biosphere" dan "ecosphere" yang dapat menunjang kehidupan) yang juga disebut "gas rumah kaca" (GRK). Dampak rumah kaca ini pada prinsipnya diakibatkan pembakaran dalam berbagai kegiatan manusia (pabrik, transportasi, dll). Catatan: Secara filosofis, sumber masalah LH (al): Tidak tahu, tidak mampu, dan tidak peduli untuk mencegah/mengatasinya.

4. Negara maju dan Negara miskin: Meskipun secara ekologis bumi ini dipandang sebagai satu ekosistem besar, namun adanya perbedaan karakteristik Negara -bangsa-bangsa- antara Negara- maju dengan Negara ­miskin/berkembang membawa pula karakteristik pada masalah lingkungan hidup yang dihadapi masing-masing Negara yang bersangkutan. Negara "Maju": Masalah LH yang dominan dihadapi Dunia/Negara-negara maju adalah pencemaran !_H pada SDA tanah, air dan udara akibat kemajuan industri (dalam arti luas). Negara "Miskin":, Masalah LH yang dihadapi pada Dunia/Negara­-negara miskin atau berkembang didominasi oleh "perusakan" LH terutama pada lahan, hutan dsb, serta pencemaran LH dari limbah domestik (miskin biaya dan iptek). Jadi kemajuan dan keterbelakangan sama-sama menimbulkan masalah LH, meskipun dengan sumber penyebab dan karakteristik yang berbeda.

Selain akibat perbuatan manusia, masalah LH juga dapat terjadi karena peristiwa alam yang juga besar akibatnya pada kehidupan manusia (sosiosistem). Letusan gunung api, gempa bumi dan Tsunami (gelombang pasang) merupakan bagian dari peristiwa alam yang membawa masalah LH bahkan kemusnahan. Letusan Gunung Tambora 1816, mengakibatkan (>) 90.000 orang meninggal; Letusan Gunung Krakatau 1883; Letusan Gunung Merapi 1994; Tsunami NTT 1994; Bahorok Sumatera Utara 2003, dan Gempa/Tsunami Aceh/Tailand/Srilangka 2004 yang menyebabkan ratusan ribu jiwa meninggal, gempa bumi DIY dan beberapa daerah selatan Jawa 27 Mei 2006, dll merupakan sebagian kecil dari begitu banyak peristiwa alam yang membawa mala petaka bagi kehidupan manusia. Semburan/banjir Lumpur panas Sidoarjo Jatim akhir 2005-sekarang juga didominasi oleh faktor alam, meskipun terjadinya dengan campur tangan manusia.

"Banjir” yang sering terjadi akhir-akhir ini dan sangat merugikan kehidupan manusia (desa-kota). Banjir bandang yang melanda DKI Jakarta, Th. 2002 dan masih terus berlangsung, dan beberapa daerah lainnya (Depok, Bandung, Samarinda, dll) merupakan bagian kecil dari fenomena ini. Sepintas adalah peristiwa alam, tetapi sesungguhnya merupakan perpaduan (akumulasi) antara pengaruh aktivitas manusia dengan peristiwa alam, baik pada Negara maju maupun pada Negara berkembang/miskin. Penimbunan/bangunan pada situs kantong-kantong resapan air di daerah kota, dan semakin berkurangnya hutas secara kuantitas dan kualitas akibat kegiatan manusia, merupakan faktor penyebab fenomena ini.

(2) Masalah LH di Indonesia
Mengakhiri uraian ini, dikemukakan masalah LH yang aktual dihadapi dalam PLH Indonesia (Sumber utama Koesnadi Hardjasoemantri, 1999: 49-52). Masalah LH dalam PLH Indonesia timbul sebagai "pengaruh sampingan" dari aktivitas manusia yang berdimensi LH, yang membawa "perubahan" besar pada komponen LH, baik fisik maupun sosial budaya, dengan kemungkinan "risiko" LH yang timbul dan perubahan tersebut. Timbulnya masalah LH tersebut diakibatkan/ dipengaruhi oleh 4 faktor pokok, yaitu :

1. Perkembangan penduduk dan masyarakat;
       Ciri kependudukan Indonesia adalah:
a. Jumlahnya makin bertambah;
b. Sebagian besar berusia muda (63% < 30 th - data 1993);
c. Tidak tersebar merata (Jawa-Madura 840 jiwa/km2, Kalimantan 18, Irian/Papua 7,5 jiwa/km2).
d. Jadi ada yang jenuh, dan ada yang belum dimanfaatkan secara optimal; Sulawesi 69 jiwa/km2
e. Besarnya jumlah penduduk yang hidup/memperoleh pendapatan di sektor pertanian (52,2% hidup di pedesaan -1993);
f. Tingginya tingkat pengangguran (2,2 jt = 2,79% -1993) -sumber kerawanan sosial dan ekonomi.

2. Perkembangan SDA dan LH;
a. Permintaan akan SDA (tanah-lahan dan air) menghadapi tekanan yang cukup besar akibat kepadatan penduduk (Jawa-Madura), dan tingkat pendapatan (Y) yang rendah. Sementara itu, lading perpindah (chifting cultivation) di luar Jawa membawa 100.000 ha menjadi lahan kritis/tahun.
b. Kemiskinan dan keterbelakangan (penghayatan LH) mendesak keperluan untuk mencoba SDA secara tepat dan efisien, sehingga kurang memperhatikan factor (kelestarian fungsi) LH.
c. Kemampuan alam menahan air makin berkurang.

3. Perkembangan teknologi dan kebudayaan; dan
Negara maju mengembangkan teknologi padat modal dan hemat tenaga kerja sesuai dengan kondisi Negara yang bersangkutan, membawa pada penemuan teknologi baru, yang tidak/belum mampu dilakukan oleh Negara-­negara berkembang termasuk Indonesia. Teknologi membawa perubahan pada kemampuan pemanfaatan SDA dan LH, dan kebudayaan yang memerlukan proses penyesuaian bagi kebudayaan tertentu termasuk Indonesia.

4. Perkembangan ruang lingkup Internasional.
Dalam dunia Internasional, Negara maju sangat besar pengaruhnya di bidang teknologi, pandangan dsb terhadap Negara berkembang termasuk Indonesia. Negara maju tersebut menempatkan "kebebasan mekanisme pasar" sebagai prinsip pokok. Dalam mekanisme ini, "harga" merupakan pedoman bagi kegiatan produksi dan konsumsi. Masalahnya, "harga" berlaku terhadap barang yang dimiliki perorangan (manusia/badan hukum/orang). Udara, air, taut, danau, hutan, berikut isinya tidak dimiliki orang, dan tersedia secara gratis "tanpa harga"

Teknologi produksi dan pola konsumsi tumbuh berkembang tanpa memperhitungkan pengaruhnya terhadap LH, termasuk SDA yang belum memiliki atau belum diketahui manfaatnya, sehingga luput dari perhitungan ekonomi pembangunan. Kemusnahannya tidak dirasakan sebagai suatu kerugian

Sejalan dengan cars pandang tersebut, maka pengelolaan alam tidak disertai upaya pembaharuan. Sampah, kotoran, pencemaran, limbah sebagai hasil kegiatan industri tidak termasuk perhitungan biaya perusahaan, yang kesemuanya itu dibuang secara gratis di muka bumi ini.

Kondisi ini menyebabkan berlangsungnya pembangunan (ekonomi) yang merusak LH (bukan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan). Jadi pembangunan menghasilkan kemajuan (ekonomi) yang disertai dengan degradasi LH (pencemaran dan kerusakan LH) (Hardjasoemantri, 1999: 49-52). Fenomena demikian ini bertolak belakang dengan filosofi PLH sebagaimana diharapkan (Mochtar Kusumaatmadja, 1975 & Emil Salim 1988), yakni pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup manusia secara sosial budaya yang sekaligus memelihara keseimbangan LH, sehingga tetap mampu mendukung kehidupan umat manusia pada setiap tahap kemajuan yang dicapai secara lintas generasi. Masalah LH muncul, justru karena diantara pembangunan ekonomi (dalam arti luas) dengan PLH bukan soal pilihan satu diantara dua. Sekiranya pilihan yang dijadikan dasar, maka masalah LH dalam arti dan pemahaman kekinian menjadi tidak ada, setidaknya tidak menjadi masalah yang penting dalam setiap aktivitas manusia.

CONTOH SURAT PERJANJIAN JUAL – BELI RUMAH

CONTOH SURAT PERJANJIAN
JUAL – BELI RUMAH



Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

1.      Nama                             :  ----------------------------------------------------
Umur                                :  ----------------------------------------------------
Pekerjaan                         :  ----------------------------------------------------
Alamat                              :  ----------------------------------------------------
Nomer KTP / SIM          :  ----------------------------------------------------
Telepon                            :  ----------------------------------------------------

Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA

2.      Nama                              :  ----------------------------------------------------
Umur                                 :  ----------------------------------------------------
Pekerjaan                          :  ----------------------------------------------------
Alamat                              :  ----------------------------------------------------
Nomer KTP / SIM          :  ----------------------------------------------------
Telepon                            :  ----------------------------------------------------

Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

PIHAK PERTAMA dengan ini berjanji untuk menyatakan dan mengikatkan diri untuk menjual kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA juga berjanji dengan menyatakan serta mengikatkan diri untuk membeli dari PIHAK PERTAMA berupa : --------------------------------------------------------------------------------

Sebidang tanah Hak Milik yang diuraikan dalam (--------- nomer sertifikat tanah ---------), yang terletak di (--------- alamat lengkap lokasi tanah ---------), dan diuraikan lebih lanjut dalam (--------- nomer gambar situasi ---------), seluas [(---) (---luas tanah dalam huruf ---)] meter persegi berikut bangunan rumah yang berdiri di atasnya seluas [(---) (---luas tanah dalam huruf ---)] meter persegi, dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam 11 (sebelas) pasal, seperti berikut di bawah ini:


Pasal 1
HARGA

Jual beli tanah dan rumah tersebut dilakukan dan disetujui oleh masing-masing pihak dengan ketentuan harga sebagai berikut:
1.            Harga tanah per meter persegi [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] sehingga harga tanah tersebut adalah [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )].
2.            Harga bangunan rumah adalah [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )].
3.            Harga keseluruhan tanah dan bangunan rumah adalah [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )].


Pasal 2
CARA PEMBAYARAN

PIHAK KEDUA akan membayar kepada PIHAK PERTAMA atas tanah dan bangunan rumah yang dibelinya sebesar [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] secara tunai selambat-lambatnya [(------) (--- jumlah dalam huruf ---)] (--- hari / minggu / bulan ---) setelah ditandatanganinya Surat Perjanjian ini.


Pasal 3
UANG TANDA JADI

1. PIHAK KEDUA akan memberikan uang tanda jadi sebesar [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------)] kepada PIHAK PERTAMA dimana penyerahan uang tersebut dilakukan setelah penandatanganan Surat Perjanjian ini.
2. Sisa pembayaran sebanyak [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------)] akan dibayarkan PIHAK KEDUA sesuai Pasal 2 perjanjian ini.


Pasal 4
JAMINAN DAN SAKSI

1. PIHAK PERTAMA menjamin sepenuhnya bahwa tanah dan bangunan rumah yang dijualnya adalah benar-benar milik atau hak PIHAK PERTAMA sendiri dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak, bebas dari sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, hak kepemilikannya tidak sedang dipindahkan atau sedang dijaminkan kepada orang atau pihak lain dengan cara bagaimanapun juga, dan tidak sedang atau telah dijual kepada orang atau pihak lain.
2. Jaminan PIHAK PERTAMA dikuatkan oleh dua orang yang turut menandatangani surat perjanjian ini selaku saksi.
Kedua orang saksi tersebut adalah:


1.  N   a   m   a                         :  ( ------------------------------------- )
     P e k e r j a a n                   :  ( ------------------------------------- )
     Alamat lengkap                :  ( ------------------------------------- )
     Hubungan Kekerabatan  :  ( ------------------------------------- ) PIHAK PERTAMA

2.  N   a   m   a                         :  ( ------------------------------------- )
     P e k e r j a a n                   :  ( ------------------------------------- )
     Alamat lengkap                :  ( ------------------------------------- )
     Hubungan Kekerabatan  :  ( ------------------------------------- ) PIHAK PERTAMA


Pasal 5
PENYERAHAN

PIHAK PERTAMA berjanji serta mengikatkan diri untuk menyerahkan tanah berikut bangunan rumah tersebut di atas dalam keadaan kosong beserta kunci-kuncinya kepada PIHAK KEDUA selambat-lambatnya [(------ ) ( --- jumlah dalam huruf ---)] ( --- hari / minggu / bulan --- ) setelah PIHAK KEDUA melunasi seluruh pembayarannya.


Pasal 6
STATUS KEPEMILIKAN

Sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka tanah dan bangunan rumah tersebut di atas beserta segala keuntungan maupun kerugiannya sepenuhnya menjadi hak milik PIHAK KEDUA.


Pasal 7
PEMBALIKNAMAAN KEPEMILIKAN

1. PIHAK PERTAMA wajib membantu PIHAK KEDUA dalam proses pembaliknamaan atas kepemilikan hak tanah dan bangunan rumah tersebut dalam hal pengurusan yang menyangkut instansi-instansi terkait, memberikan keterangan-keterangan serta menandatangani surat-surat yang bersangkutan serta melakukan segala hak yang ada hubungannya dengan pembaliknamaan serta perpindahan hak dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA.
2. Segala macam ongkos atau biaya yang berhubungan dengan balik nama atas tanah dan bangunan rumah dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dibebankan sepenuhnya kepada PIHAK KEDUA.


Pasal 8
PAJAK, IURAN, DAN PUNGUTAN

1. Sebelum hingga ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka segala macam pajak, iuran, dan pungutan yang berhubungan dengan dan dan bangunan rumah di atas masih tetap menjadi kewajiban dan tanggung jawab PIHAK PERTAMA.
2. Setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan seterusnya semua hal tersebut di atas sepenuhnya menjadi kewajiban dan tanggung jawab PIHAK KEDUA.


Pasal 9
MASA BERLAKUNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini tidak berakhir karena meninggal dunianya PIHAK PERTAMA, atau karena sebab apapun juga. Dalam keadaan demikian maka para ahli waris atau pengganti PIHAK PERTAMA wajib mentaati ketentuan yang termaktub dalam perjanjian ini dan PIHAK PERTAMA mengikat diri untuk melakukan segala apa yang perlu guna melaksanakan ketentuan ini.


Pasal 10
HAL-HAL LAIN

Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara kekeluargaan melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.


Pasal 11
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Tentang perjanjian ini dan segala akibatnya kedua belah pihak memilih tempat tinggal yang tetap dan seumumnya di ( ------ Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri ------ ).

Demikianlah perjanjan ini dibuat dan ditandatangani kedua belah pihak dalam keadaan sadar serta tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.




(Tempat, tanggal, bulan, dan tahun)




            PIHAK PERTAMA                                                              PIHAK KEDUA




           [ -------------------------- ]                                                          [ -------------------------- ]




SAKSI-SAKSI:




          [ ---------------------------- ]                                                        [ ---------------------------- ]