E-mail Sebagai Alat Bukti Perkara Perdata
Dalam proses peradilan perdata berlakulah Hukum Acara Perdata. Hukum Acara Perdata sendiri mengenal 5 macam alat bukti yang sah, yaitu (Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement - “HIR”):
a) Surat
b) Saksi
c) Persangkaan
d) Pengakuan
e) Sumpah
Mengenai apakah e-mail dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam proses peradilan perdata, kita perlu merujuk pada ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(“UU ITE”) yang kami kutip di bawah ini:
Pasal 5
(1). Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2). Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3). Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan SistemElektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4). Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notarilatau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
|
Dengan mendasarkan pada ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa UU ITE telah mempertegas kedudukan e-mail sebagai salah satu Dokumen Elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah.
Dalam ranah pidana, dijelaskan lebih jauh oleh Jaksa pada Kejaksaan AgungRI Arief Indra Kusuma Adhi
dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan hukumonline, ada dua pilihan
yang sering dipakai untuk menyikapi alat bukti elektronik yaitu, sebagai
alat bukti surat, atau alat bukti petunjuk, dengan ketentuan:
- Informasi elektronik menjadi alat bukti surat jika informasi elektronik itu diubah dalam bentuk cetak;
- Informasi elektronik menjadi alat bukti petunjuk
apabila informasi elektronik itu punya keterkaitan dengan alat bukti
lain dan semua kekuatan alat bukti tersebut bebas. Artinya, informasi
elektronik tersebut tetap dikaitkan dengan alat bukti lain dan menurut
keyakinan hakim, selain kemampuan jaksa meyakinkan hakim.
Lebih jauh, simak artikel UU ITE Jadi Payung Hukum Print Out Sebagai Alat Bukti.
Sedangkan untuk ranah perdata, karena dalam hukum acara perdata tidak ada alat bukti petunjuk, maka e-mail yang kemudian diubah menjadi bentuk cetak adalah termasuk alat bukti surat.
Namun, sesuai pengaturan Pasal 5 ayat (4) UU ITE, tidak semua e-mail dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang sah. E-mail tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam beberapa hal berikut:
a) Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
b) Surat beserta dokumen pendukungnya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.
Jadi, e-mail dapat saja dijadikan sebagai alat bukti dalam proses peradilan perdata dengan mendasarkan pada hal-hal yang telah kami uraikan di atas.
Sebagai referensi tambahan, simak juga Faksimili Sebagai Alat Bukti.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Herzien Indonesis Reglement/Reglemen Indonesia Baru (Stbl 1984: No. 16 yang diperbaharui dengan Stbl 1941 No. 44);
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini..