Bisakah Menggugat PMH Orang yang Membuat Laporan ke Polisi?
  
Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) alasan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (“SP3”) adalah:
1.     Tidak
 diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh 
cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik 
tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.  
2.      Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.
3.      Penghentian
 penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada 
alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan 
pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal 
dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.
Lebih jauh simak SP3.
Dengan
 dikeluarkannya SP3, maka polisi tidak akan melanjutkan penyidikan atas 
laporan dugaan tindak pidana yang disampaikan sebelumnya. Kendati 
demikian, pihak ketiga yang berkepentingan berdasarkan Pasal 80 KUHAP berhak mengajukan permohonan praperadilan
 kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya SP3 
yang dilakukan penyidik. Jika hakim mengabulkan permohonan tersebut dan 
menyatakan SP3 tidak sah, maka penyidikan perkara pidana akan 
dilanjutkan.
Terlepas
 dari adanya SP3 dari polisi, pihak yang merasa dirugikan dengan laporan
 tersebut dapat saja melakukan upaya hukum baik perdata atau pidana 
terhadap si pelapor.
Dalam hal jalur hukum perdata atau ganti rugi yang ditempuh, pihak yang dirugikan (baik secara moril, idiil dan materiil) karena laporan tersebut dapat saja menggugat pihak pelapor atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata yaitu mengenai Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”). Kerugian
 yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan 
hukum itu. Antara lain, kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada 
hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan 
pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau 
kealpaan (kelalaian). Lebih jauh simak   Perbuatan Melawan Hukum dan Perbuatan Melawan Hukum atau Wanprestasi?
Selain itu, gugatan ganti rugi juga dapat diajukan oleh pihak yang dirugikan atas dasar penghinaan dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 1372 dan/atau Pasal 1373 KUHPerdata.
Berkaitan dengan ini, dalam putusan perkara gugatan Pemuda Panca Marga vs. Majalah Tempo (2005)
 majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat bahwa Pasal 
1365 dan 1372 KUHPerdata tak bisa digabungkan dalam gugatan ganti rugi. 
Jika kedua pasal itu digabung, menurut majelis, gugatan menjadi ambigu 
(selengkapnya simak artikel  Hakim: Pasal 1365 dan 1372 KUH Perdata Tidak Bisa Digabungkan). Tapi dalam kasus berbeda, pengajar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rosa Agustina
 berpendapat, tidak ada masalah ketika dua pasal itu (Pasal 1365 dan 
Pasal 1372 KUHPerdata) dijadikan dasar hukum dalam satu gugatan (selengkapnya simak artikel Riau Pulp vs Tempo: Belum Jelas Landasan Hukumnya).
Sementara
 dari sisi hukum pidana, apabila ternyata si pelapor sudah tahu dari 
awalnya bahwa laporan atau pengaduan tersebut adalah palsu, maka yang 
bersangkutan dapat dilaporkan ke polisi dengan Pasal 317 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
“Barangsiapa
 dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada 
penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang 
seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam 
karena pengaduan fitnah dengan pidana penjara maksimum 4 tahun.”
Akan tetapi, karena upaya hukum pidana seharusnya merupakan ultimum remidium (upaya terakhir), kami lebih menyarankan Anda untuk hanya menggunakan upaya kekeluargaan maupun upaya hukum perdata.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)

0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini..