Pages

Pages

Rabu, 28 Maret 2012

(Kartulku) PERLUNYA PENGUATAN SOCIAL AWARENESS WARGA KOTA DALAM MEWUJUDKAN MAKASSAR MENJADI WORLD CLASS CITY

PERLUNYA PENGUATAN SOCIAL AWARENESS WARGA KOTA DALAM MEWUJUDKAN MAKASSAR MENJADI WORLD CLASS CITY



Ciri Sebuah Kota Dunia


Jika kita berbicara tentang kota dunia maka yang ada dibenak kita tentu saja kota yang dipenuhi dengan rerimbunan hutan beton yang menjulang, lalu lintas yang padat dengan berbagai jenis moda transportasinya, land mark yang khas berupa bangunan-bangunan dan atau kawasan-kawasan tertentu, dipenuhi dengan berbagai sign & symbols yang hidup serta gemerlapan, street furniture yang tertata rapih dan fungsional, serta berbagai fasilitas pendukung yang komplit dan futuristik untuk mewadahi berbagai aktivitas dan kebutuhan masyarakat global yang bergelut didalamnya. Kota-kota dunia yang telah terkenal selama ini seperti New York di Amerika Serikat, Paris di Perancis, Tokyo di Jepang atau Seoul di Korea Selatan telah mewakili bentuk dari kota dunia yang sebenarnya dengan ciri khasnya masing-masing. Kota-kota tersebut telah memiliki karakter yang kuat untuk diingat oleh masyarakat dunia sebagai kota yang memiliki kelas tersendiri.


Di setiap kota dunia, desain kota amat jelas tergambarkan oleh para penentu kebijakan, yang mampu menampilkan "kearifan kekotaan" dalam membangun kotanya. Salah satunya bisa terlihat dari adanya kebijakan pemerintah kota yang mampu merefleksikan nilai-nilai continuity & change yang tergambarkan secara gamblang dalam konsep dan desain kota. Perpaduan yang harmonis antara elemen-elemen kota yang old & new senantiasa mendapat perhatian yang istimewa dalam setiap proses perancangan kota. Demikianlah sehingga di berbagai sudut-sudut kota, nuansa old & new selalu hadir sebagai bagian dari proses berperadaban kota dan bentuk pemaknaan dari prinsip continuity & change itu, yang sejatinya selalu ada di setiap kota-kota dunia.


Sudah menjadi sebuah kewajaran jika setiap kota di dunia ini berharap dan berlomba-lomba untuk bisa menjadi kota dunia, termasuk kota Makassar, sebab secara tidak langsung status tersebut sangat berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat kota, termasuk perekonomian dan kesejahteraan kota tersebut. Oleh sebab itulah saat ini Pemerintah kota Makassar fokus berbenah untuk menjadikan Kota Makassar sebagai kota dunia. Tentu saja tidak ada yang salah dengan hal ini. Niat serius Pemerintah Kota Makassar ini sudah selayaknya ditanggapi positif oleh setiap elemen terutama masyarakat yang menetap di kota Makassar, sebab niat Pemkot ini tidak akan bisa terlaksana tanpa partisipasi dari setiap variabel yang telah menjadi sebuah sistem sosial dalam kehidupan bermasyarakat disetiap kota. Sejumlah prasyarat, baik yang telah ada maupun yang sedang digagas oleh pemerintah kota untuk diwujudkan ke depan, sesungguhnya semakin meyakinkan kita bahwa Makassar saat ini on the track menuju world class city. Apalagi didukung dengan berbagai nilai lebih dari potensi sumber daya alam serta posisi strategis yang dimilikinya, Pemerintah Kota Makassar sangat yakin bisa mewujudkan harapan besar ini.


Sepertinya Pemerintah Kota Makassar memang sangat serius dengan rencana tersebut. Dalam  mencapai tujuan itu beberapa waktu yang lalu telah dilakukan sayembara master plan pembangunan kota dunia yang diadakan oleh Pemkot Makassar. Dengan hasil sayembara tersebut, kini peta perjalanan Makassar menuju kota dunia telah tertata dan terencana secara matang. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah hanya dengan pembangun dari sisi fisikal saja telah cukup untuk menjadikan sebuah kota mendapatkan gelar kota dunia?


Ada ciri lain yang justru tantangannya juga sulit untuk diwujudkan, karena ini menyangkut kesadaran dan peran langsung seluruh warga kota, yakni ciri sosio-kultural, yang dalam keseharian wujudnya berupa perilaku warga kota dalam menjalani aktivitas kesehariannya dalam kota, yang dalam essay ini disebut sebagai social awareness.


Social Awareness Warga Kota Makassar

Disadari atau tidak, sesungguhnya harus kita akui bahwa warga kota Makassar dewasa ini belum bisa dikategorikan sebagai warga yang memiliki ciri warga kota dunia. Ciri-ciri warga kota dunia yang selama ini kita temukan diberbagai kota yang telah mendapatkan pengakuan sebagai kota dunia belum kita temukan dalam sendi-sendi kehidupan warga kota Makassar dalam menjalani setiap aktivitasnya dalam kota. Salah satunya yaitu social awareness warga kota Makassar yang sejatinya belum mampu bisa beradaptasi dengan perkembangan dan kemajuan kota selama ini. Social awareness atau kesadaran social berkait langsung dengan perilaku keseharian warga kota, yang karena kondisi dan tuntutan berperadaban, menjadikannya berbeda dengan perilaku keseharian warga kampung. Ruang-ruang kota dengan berbagai ragam fungsinya, mendorong dan menuntut warga kota untuk secara naluriah, akan menyesuaikan perilakunya dengan kondisi berperadaban di lingkungannya. 


Kita dapat melihat fakta dilapangan betapa sebagian besar warga kota ini, belum bisa memaknai hakikat kebersihan dan hidup bersih, buang sampah seenaknya dan di sembarang tempat pula, berbicara atau menelepon dengan suara dikeraskan, dan apalagi bila masuk di toilet umum, lumayan jorok. Demikian pula dengan perilaku hidup tertib dan berdisiplin, kita sering melihat betapa semrawutnya lalu lintas di jalan raya, atau coba amati betapa kebiasaan mengantre diberbagai tempat dan kesempatan yang belum bisa dimaknai sebagaimana mestinya. 

Selain itu kesadaran untuk peduli pada property perkotaan masih rendah ditandai dengan banyaknya perilaku vandalisme dan sebagainya. Perilaku-perilaku yang tidak peduli terhadap property perkotaan ini sangat mudah kita jumpai di kota Makassar, coba saja tengok fly over di Jalan Urip Sumoharjo, bahkan sebelum pengerjaan fly over tersebut rampung, beberapa warga kota sudah mengotori bangunannya dengan berbagai tulisan dan gambar-gambar yang tidak sedap untuk dipandang, hal yang sama juga sering kita temukan diberbagai tempat seperti terminal, jembatan penyeberangan, telepon umum dan sebagainya. Dari fakta-fajta tersebut kita dapat menilai bahwa kehidupan sosio-kultural warga kota Makassar terasa masih jauh dari kesadaran berkehidupan sebagai sebuah komunal yang urban community. Belum lagi bila kita membicarakan tentang betapa dan bagaimana warga kota ini memaknai demokrasi dan berdemokrasi yang sesungguhnya. 


Ilustrasi tersebut di atas tentu saja akan semakin banyak lagi bila merekam pengalaman masing-masing warga kota. Mind-set dan perilaku warga kota Makassar saat ini, semestinya sudah harus menyesuaikan diri dengan lingkungan kota di mana ia berada, atau sejak ia melewati pintu gerbang kota. Itulah sebabnya mengapa desain gerbang kota, konsep dasarnya adalah bukan sekadar bangunan pembatas administratif kota, melainkan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana sebuah gerbang kota mampu menjadi "pembatas psikologis" bagi setiap orang yang memasuki suatu kota, apalagi dalam tataran konsep kota dunia, agar warga kota secara psikologis bisa sadar dan menyesuaikan perilakunya sebagai perilaku warga kota dunia. 


Sayangnya, aspek social awareness ini justru merupakan sesuatu yang tidak mudah, karena ini menyangkut kebiasaan dan pembiasaan dalam berkehidupan. Mengubah atau menyesuaikan kebiasaan atau perilaku, membutuhkan proses dan waktu, tapi sesungguhnya juga bisa melalui proses pembiasaan melalui berbagai program yang kompatibel. 


Dalam konteks ini, maka peran pendidikan formal menjadi sangat penting artinya.  Dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, program pembiasaan sudah bisa dan semestinya digalakkann guna mewujudkan harapan ini. Perilaku hidup bersih, tertib dan disiplin, sejatinya menjadi muatan penting pada setiap materi pengajaran dan pembelajaran yang diberikan diberbagai jenjang pendidikan. Oleh karena itu, maka peran guru dan program-program pengajaran, merupakan faktor kunci untuk keberhasilan dalam mempersiapakan sebuah generasi, yang akan menjadi bagian dari suatu komunitas khas yang hidup dalam sebuah kota dunia. Ketidaksiapan kita dalam mempersiapkan generasi yang berperadaban dengan social awareness yang tinggi, pada saatnya nanti hanya akan menjadikan kota ini sebagai sebuah kota yang "kering" dan "berjarak" dengan warganya sendiri. Kota dunia yang kita impikan hanya akan menjadi sebuah kampung besar yang tak berperadaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar Disini..