Pages

Pages

Rabu, 04 Desember 2013

PEMBENTUKAN BANK BUMN SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PENGEMBANGAN EKONOMI RIIL

PEMBENTUKAN BANK BUMN SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PENGEMBANGAN EKONOMI RIIL
Oleh : Muh. Afif Mahfud dan Muhammad Nur

Sistem Perekonomian di Indonesia
Negara Indonesia disebut-sebut sebagai negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang kuat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro pada triwulan III 2013 mencapai 5,62 persen. Namun, sayangnya pertumbuhan ekonomi makro berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi secara mikro yang masih sangat memprihatinkan. Data BPS menunjukkan tingkat pengangguran per Februari 2013 adalah 7,17 juta orang (5,92 persen) dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang, sedangkan tingkat kemiskinan bulan Maret 2013 mencapai 11,37 persen.
Kebijakan pemerintah yang masih kurang menyentuh aspek ekonomi mikro menjadi catatan penting dalam pembahasan tingkat pertumbuhan perekonomian di negeri ini. Kebijakan ekonomi secara mikro penting menjadi perhatian. Karena berdampak pada kesenjangan ekonomi yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ekonomi seharusnya tidak hanya berfokus secara makro tetapi harus membumi hingga pada lapisan masyarakat kecil. Keadaan ini banyak memunculkan kritikan dari masyarakat yang melihat adanya sistem ekonomi kapitalis yang makin berkembang.
Bangsa ini sesungguhnya sudah mempunyai konsep demokrasi ekonomi yang berpihak dan membangun kemakmuran rakyat. Hal ini sangat jelas dinyatakan dalam pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Oleh karena itu, seluruh sendi-sendi perekonomian kapitalis termasuk di bidang perbankan harus segera diakhiri karena bertentangan dengan asas demokrasi ekonomi. Penggunaan sistem bunga, merupakan salah satu akar penyebab kapitalisme dalam dunia perbankan konvensional selama ini. Sistem perekonomian dengan sistem bunga ini perlu diganti atau dicari solusinya karena sistem bunga memengaruhi pembentukan sistem ekonomi mikro yang menyebabkan pelemahan pada sektor riil. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh pengusaha kecil karena mereka tidak punya cadangan dana sebagai sandaran bila ternyata ide barunya itu tidak berhasil. Bila gagal, tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali harus membayar kembali pinjaman berikut bunganya dan akhirnya harus bangkrut. Hal ini terjadi terutama pada para petani. Jadi,  bunga merupakan rintangan bagi pertumbuhan dan juga memperburuk keseimbangan pendapatan.
Reformasi sistem perekonomian dibidang perbankan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi atau penyalur dana dari unit surplus ke unit defisit seharusnya menjadi katalisator dalam pencapaian kesejahteraan umum. Tujuan utama reformasi perbankan adalah penyesuaian sistem perbankan dengan asas perbankan yang menghendaki dilaksanakannya demokrasi ekonomi untuk mewujudkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
Sistem Ekonomi Syariah Sebagai Solusi
Mewujudkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan memang bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah penerapan perbankan syariah dalam perekonomian nasional. Perbankan syariah pada dasarnya sangat potensial di Indonesia. Salah satu faktor pendukung perkembangan bank syariah di Indonesia adalah jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai 85,1% dari 240.271.522 orang. Jumlah penduduk ini merupakan pasar yang sangat potensial bagi perbankan syariah. Selain itu, perbankan syariah secara ideologis sejalan dengan substansi Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini tampak dalam pembagian resiko yang adil antara perbankan dan nasabah serta sistem bagi hasil yang transparan. Kemudian, nilai maslahah atau kemanfaatan dalam perbankan syariah juga selaras dengan tujuan bangsa Indonesia yang ingin menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Aplikasi ekonomi syariah bukanlah untuk kepentingan umat Islam saja. Penilaian sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu sangat keliru, sebab ekonomi Islam yang konsen pada penegakan prinsip keadilan dan membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi bersifat inklusif.
Dalam perkembangannya perbankan syariah di Indonesia terus membukukan pertumbuhan pembiayaan yang tinggi. Namun, pertumbuhan pesat ini belum secara optimal menyentuh sektor ekonomi riil di tanah air. Hal itu terlihat dari data statistik perbankan syariah Bank Indonesia (BI) di kuartal I tahun 2013. Pada data tersebut, bank umum syariah dan unit usaha syariah membukukan pembiayaan sebesar Rp161,08 triliun.
Total pembiayaan tersebut tumbuh 47,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp109,655 triliun. Tingginya penyaluran pembiayaan itu mendorong rasio pembiayaan terhadap simpanan atau finance deposit ratio (FDR) meningkat tajam dari 87,13% menjadi 102,62%. Perbankan syariah rela menggerus modalnya untuk meningkatkan pembiayaan. Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) turun dari 15,33% menjadi 14,3%.
Akan tetapi, mayoritas pembiayaan itu justru dialokasikan pada sektor konsumsi. Total pembiayaan konsumsi hingga kuartal I 2013 sebesar Rp72,932 triliun atau tumbuh 58,59% namun pembiayaan modal kerja hanya tumbuh 35,7% menjadi Rp59,306 triliun. Pembiayaan investasi tumbuh 48,47% menjadi Rp28,843 triliun. Menurut penulis, salah satu penyebab pertumbuhan perbankan syariah khususnya dalam hal pembiayaan sektor ekonomi riil masih belum optimal adalah adanya kelemahan dual banking system yang diterapkan selama ini.
Kelemahan dual banking system dalam hal pembiayaan sektor riil tersebut adalah adanya kesatuan managemen antara bank syariah dan bank konvensional yang menyebabkan pihak bank akan susah berfokus pada pengembangan perbankan syariah dalam sektor riil. Sistem perbankan konvensional juga rentan terhadap krisis, sehingga dampak krisis tersebut juga akan mempengaruhi perbankan syariah yang ada pada bank tersebut.
Konsolidasi Bank Syariah Menjadi Bank BUMN
Guna mengembangkan peran perbankan syariah pada sektor riil maka penulis mengusulkan agar perbankan syariah yang ada pada bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan dual bank system dikonsolidasi atau digabungkan menjadi satu bank syariah Badan Usaha Milik Negara. Alasan konsolidasi bank-bank syariah tersebut menjadi satu bank BUMN karena pada dasarnya bentuk BUMN memiliki berbagai keunggulan diantaranya; menguasai sektor yang vital bagi kehidupan rakyat banyak, mendapat jaminan dari dukungan negara, permodalannya sudah pasti karena mendapat pendanaan dari negara, kelangsungan hidup terjamin dan sebagai sumber pendapatan negara.
Penggabungan tersebut sangat dimungkinkan karena bank-bank tersebut merupakan bagian-bagian dari bank konvensional BUMN yang selama ini menerapkan dual banking system. Bank-bank yang akan digabungkan juga berprinsip syariah sehingga sangat mungkin untuk digabungkan karena kesamaan nilai, masing-masing bank syariah tersebut juga memiliki kemiripan fokus bisnis. Dalam tataran operasional, bank syariah BUMN akan bekerjasama dengan kementerian-kementerian yang bertanggung jawab dalam pengembangan sektor ekonomi riil. Kementerian tersebut adalah Kementerian Pertanian dan Kementerian Usaha Kecil dan Menengah. Kerjasama dengan dua kementerian ini dipilih karena kementerian tersebut sangat berkaitan dengan pengembangan sektor riil bagi masyarakat menengah kebawah.
Mekanisme Implementasi
Setelah Bank BUMN Syariah tersebut terbentuk, tahapan untuk mengimplementasikan pemberian dana kepada sektor riil melalui Bank BUMN Syariah adalah :
  1. Bank BUMN Syariah mengadakan kerjasama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Usaha Kecil dan Menengah untuk menyalurkan pembiayaan kepada sektor ekonomi riil. Dalam hal ini, pihak kementerian dapat menyalurkan modal bantuan kepada Bank BUMN Syariah kemudian Bank BUMN Syariah menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan lunak kepada sektor ekonomi riil. Penyaluran dana bantuan dari kementerian kepada sektor ekonomi riil melalui bank syariah dapat dipandang pula sebagai penyelesaian permasalahan dana pihak ketiga yang selama ini menjadi salah satu penyebab ekonomi syariah tidak dapat maksimal dalam melakukan pembiayaan. Dana dari kementerian inilah yang nantinya dapat dipandang sebagai dana pihak ketiga dan penyalurannya khusus kepada sektor ekonomi riil.
  2. Kementerian terkait dalam hal ini kementerian usaha kecil menengah mendata petani dan pengusaha-pengusaha yang berhak untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Kriteria yang digunakan mengacu pada prospek usaha tersebut dan nilainya mengacu pada banyaknya dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha tersebut.
  3. Bank BUMN Syariah dan kementerian terkait kemudian mengadakan sosialisasi mengenai pembiayaan yang akan dikembangkan kepada para petani dan usaha kecil menengah
  4. Bank BUMN Syariah kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman lunak kepada para petani serta pengusaha mikro, kecil dan menengah.
Skema yang dapat digunakan dalam penyaluran pembiayaan ini adalah dengan menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Akad mudharabah adalah akad yang berdasarkan kepercayaan. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pemberi dana sedangkan petani atau pengusaha bertindak sebagai pengelola dana.
Selain itu, mekanisme lain yang digunakan dalam menyalurkan dana kepada petani dan pengusaha kecil dan menengah adalah dengan menggunakan akad musyarakah. Akad musyarakah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama.
Adapun penjelasan skema tersebut adalah pihak bank memasukan modal serta pihak nasabah (petani serta pengusaha mikro, kecil dan menengah) memasukan modal dan skill. Kemudian, diadakan suatu proyek yang akan dikelola oleh nasabah (petani/pengusaha mikro, kecil dan menengah). Kemudian proyek tersebut akan menghasilkan keuntungan yang akan dibagi berdasarkan proporsi yang telah disepakati.
  1. Setelah pembiayaan tersebut dilakukan maka pihak kementerian terkait bersama-sama akan mengadakan penyuluhan kepada petani/usaha kecil dan menengah. Pihak kementerian akan mengadakan penyuluhan tentang cara untuk meningkatkan produksi dan kreativitasnya sedangkan pihak perbankan akan memberikan penyuluhan tentang cara mengelola keuangan dalam pengembangan usaha tersebut. Penyuluhan ini akan diadakan secara berkala sehingga petani serta pengusaha mikro, kecil dan menengah mendapatkan pendampingan dalam setiap proses pengembangan usahanya. Selain itu, dalam prosespendampingan/penyuluhan ini, pihak perbankan dan kementerian terkait dapat memantau atau mengawasi perkembangan usaha tersebut
  2. Setelah berlangsung, usaha tersebut mendapatkan keuntungan maka pihak pengelola akan mengembalikan dana beserta keuntungan yang telah dibagi sesuai perjanjian kepada bank. Keuntungan tersebut sebagian akan diambil sebagai biaya jasa oleh pihak bank dan sisanya akan disalurkan kembali menjadi dana bergulir
Keuntungan
  1. Konsep ini akan memberdayakan sektor usaha kecil dan menengah yang selama ini kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya
  2. Konsolidasi bank-bank syariah yang selama ini ada di bawah bank konvensional BUMN menjadi BUMN tersendiri akan memudahkan pengawasan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam bank BUMN syariah.